Minggu, 05 Maret 2017

Teori Belajar Revolusi Sosio Kultural dan Penerapannya dalam Pembelajaran

Nama   : Anis Suhartatik
NIM    : 150341600910
Off      : B
Teori Belajar Revolusi Sosio Kultural dan Penerapannya dalam Pembelajaran

Seorang siswa harus dididik untuk realis, mengakui kehidupan yang multi-dimensional, tidak seragam, dan diajak menghayati kebinekaan yang saling melengkapi demi persaudaraan yang sehat, menghargai hak dan kewajiban sosial yang saling solider. Mendidik juga berarti membantu anak untuk menjadi dirinya dan peka terhadap lingkungannya. Harus berusaha diciptakan lingkungan belajar yang demokratis, sehingga setiap anak satu persatu perlu diberi kebebasan untuk melakukan pilihan-pilihan sesuai dengan apa yang mampu dan mau dia lakukan. Hal tersebut dapat diatasi dengan teori belajar revolusi sosio dalam pembelajaran yang akan dipaparkan diwah ini. Teori belajar sosiokultur berangkat dari penyadaran tentang betapa pentingnya sebuah pendidikan yang melihat proses kebudayaan dan pendidikan yang tidak bisa dipisahkan.
Tokoh Teori Belajar Revolusi Sosio Kultural
Ada 2 tokoh yang mendasari terbentuknya teori belajar revolusi sosio-kultural :
1.    Piaget
Piaget berpendapat bahwa belajar ditentukan karena adanya karsa individu artinya  pengetahuan berasal dari individu. Siswa berinteraksi dengan lingkungan sosial yaitu teman sebayanya dibanding orang-orang yang lebih dewasa. Penentu utama terjadinya belajar adalah individu yang bersangkutan (siswa) sedangkan lingkungan sosial menjadi faktor sekunder. Keaktifan siswa menjadi penentu utama dan jaminan kesuksesan belajar, sedangkan penataan kondisi hanya sekedar memudahkan belajar.
Teori konflik-sosiokognitif Piaget ini mampu berkembang luas dan merajai bidang psikologi dan pendidikan. Namun bila dicermati ada beberapa aspek dari teori Piaget yang dipandang dapat menimbulkan implikasi kontraproduktif pada kegiatan pembelajaran jika dilihat dari perspektif revolusi-sosiokultural saat ini (Supratiknya, 2002). Dilihat dari locus of cognitive development atau asal-usul pengetahuan, Piaget cenderung menganut teori psikogenesis. Artinya, pengetahuan berasal dari dalam diri individu. Dalam proses belajar, siswa berdiri terpisah dan berinteraksi dengan lingkungan sosial. Ia mengkonstruksi pengetahuannya lewat tindakan yang dilakukannya terhadap lingkungan sosial. Pemahaman atau pengetahuan merupakan penciptaan makna pengetahuan baru yang bertolak dari interaksinya dengan lingkungan sosial.
2.    Vygotsky
Peningkatan fungsi-fungsi mental bukan berasal dari individu itu sendiri melainkan berasal dari kehidupan sosial atau kelompoknya. Kondisi sosial sebagai tempat penyebaran dan pertukaran pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai sosial budaya. Anak-anak memperoleh berbagai pengetahuan dan keterampilan melalui interaksi sehari-hari baik lingkungan sekolah maupun keluarganya secara aktif.
Pandangan yang mampu mengakomodasi sociocultural-revolution dalam teori belajar dan pembelajaran dikemukakan oleh Lev Vygotsky. Ia mengatakan bahwa jalan pikiran seseorang harus dimengerti dari latar sosial-budaya dan sejarahnya. Artinya, untuk memahami pikiran seseorang bukan dengan cara menelusuri apa yang ada di balik otaknya dan pada kedalaman jiwanya, melainkan dari asal-usul tindakan sadarnya, dari interaksi sosial yang dilatari oleh sejarah hidupnya. Peningkatan fungsi-fungsi mental seseorang berasal dari kehidupan sosial atau kelompoknya, dan bukan dari individu itu sendiri. Interaksi sosial demikian antara lain berkaitan erat dengan aktivitas-aktivitas dan bahasa yang dipergunakan.
Mekanisme teori yang digunakannya untuk menspesifikasi hubungan antara pendekatan sosio-kultural dan pemfungsian mental didasarkan pada tema mediasi semiotik, yang artinya adalah tanda-tanda atau lambang-lambang beserta makna yang terkandung di dalamnya berfungsi sebagai penengah antara rasionalitas dalam pendekatan sosio-kultural dan manusia sebagai tempat berlangsungnya proses mental .
Anak-anak memperoleh berbagai pengetahuan dan ketrampilan melalui interaksi sosial sehari-hari. Mereka terlibat secara aktif dalam interaksi sosial dalam keluarga untuk memperoleh dan juga menyebarkan pengetahuan-pengetahuan yang telah dimiliki. Ada suatu kerja sama di antara anggota keluarga dalam interaksi tersebut.
Konsep teori belajar revolusi sosiokultural
Ada 3 konsep penting dalam teori sosiogenesis Vygotsky tentang perkembangan kognitif sesuai dengan revolusi sosiokoltural dalam teori belajar dan pembelajaran yaitu genetic law of development, zona of proximal development dan mediasi.
1.    Hukum genetik tentang perkembangan (genetic law of development).
Menurut Vygotsky, setiap kemampuan seseorang akan tumbuh dan berkembang melewati dua tataran, yaitu interpsikologis atau intermental dan intrapsikologis atau intramental. Pandangan teori ini menempatkan intermental atau lingkungan sosial sebagai faktor primer dan konstitutif terhadap pembentukan pengetahuan serta perkembangan kognitif seseorang. Sedangkan fungsi intramental dipandang sebagai derivasi atau keturunan yang tumbuh atau terbentuk melalui penguasaan dan internalisasi terhadap proses-proses sosial tersebut.
2.    Zona perkembangan proksimal (zone of proximal development)
Perkembangan kemampuan seseorang dapat dibedakan ke dalam dua tingkat, yaitu tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial.
1). Tingkat perkembangan aktual tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas atau memecahkan berbagai masalah secara mandiri. Ini disebut sebagai kemampuan intramental.
2). Sedangkan tingkat perkembangan potensial tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas dan memecahkan masalah ketika di bawah bimbingan orang dewasa atau ketika berkolaborasi dengan teman sebaya yang lebih kompeten. Ini disebut sebagai kemampuan intermental. Jarak antara keduanya, yaitu tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial ini disebut zona perkembangan proksimal.
Berpijak pada konsep zona perkembangan proksimal, maka sebelum terjadi internalisasi dalam diri anak, atau sebelum kemampuan intramental terbentuk, anak perlu dibantu dalam proses belajarnya. Orang dewasa dan/atau teman sebaya yang lebih kompeten perlu membantu dengan berbagai cara seperti memberikan contoh, memberikan feedback, menarik kesimpulan, dan sebagainya dalam rangka perkembangan kemampuannya.
3.    Mediasi.
Menurut Vygotsky, kunci utama untuk memahami proses-proses sosial dan psikologis adalah tanda-tanda atau lambang-lambang yang berfungsi sebagai mediator. Mekanisme hubungan antara pendekatan sosio-kultural dan fungsi-fungsi mental didasari oleh tema mediasi semiotik, artinya tanda-tanda atau lambang-lambang beserta makna yang terkandung di dalamnya berfungsi sebagai penghubung antara rasionalitas sosio-kultural (intermental) dengan individu sebagai tempat berlangsungnya proses mental (intramental)
Ada dua jenis mediasi, yaitu mediasi metakognitif dan mediasi kognitif (Supratiknya, 2002).
1). Mediasi metakognitif ini berkembang dalam komunikasi antar pribadi. Selama menjalani kegiatan bersama, orang dewasa atau teman sebaya yang lebih kompeten biasa menggunakan alat-alat semiotik tertentu untuk membantu mengatur tingkah laku anak. Selanjutnya anak akan menginternalisasikan alat-alat semiotik ini untuk dijadikan sarana regulasi diri.
2). Mediasi kognitif adalah penggunaan alat-alat kognitif untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan pengetahuan tertentu atau subject-domain problem. Mediasi kognitif bisa berkaitan dengan konsep spontan (yang bisa salah) dan konsep ilmiah (yang lebih terjamin kebenarannya). Konsep-konsep ilmiah yang berhasil diinternalisasikan anak akan berfungsi sebagai mediator dalam pemecahan masalah. Konsep-konsep ilmiah dapat berbentuk pengetahuan deklaratif (declarative knowledge) yang kurang memadai untuk memecahkan berbagai persoalan, dan pengetahuan prosedural (procedural knowledge) berupa metode atau strategi untuk memecahkan masalah. Menurut Vygotsky, untuk membantu anak mengembangkan pengetahuan yang sungguh-sungguh bermakna, dengan cara memadukan antara konsep-konsep dan prosedur melalui demonstrasi dan praktek.
Proses belajar dan pembelajaran tidak sekedar bersifat transferal tetapi lebih merupakan kokonstruksi, yaitu suatu proses mengkonstruksi pengetahuan atau makna baru secara bersama-sama antara semua pihak yang terlibat di dalamnya.
APLIKASI TEORI SOSIO-KULTURAL
Aplikasi teori sosio-kultural dalam pendidikan. Penerapan teori sosio-kultural dalam pendidikan dapat terjadi pada 3 jenis pendidikan yaitu:
a.      Pendidikan informal (keluarga)
Pendidikan anak dimulai dari lingkungan keluarga, dimana anak pertama kali melihat, memahami, mendapatkan pengetahuan, sikap dari lingkungan keluarganya. Oleh karena itu perkembangan prilaku masing-masing anak akan berbeda manakala berasal dari keluarga yang berbeda, karena faktor yang mempengaruhi perkembangan anak dalam keluarga beragam, misalnya: tingkat pendidikan orang tua, faktor ekonomi keluarga, keharmonisan dalam keluarga dan sebagainya.
b.      Pendidikan nonformal
Pendidikan nonformal yang berbasis budaya banyak bermunculan untuk memberikan pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku pada anak, misalnya kursus membatik. Pendidikan ini diberikan untuk membekali anak hal-hal tradisi yang berkembang di lingkungan sosial masyarakatnya.
c.       Pendidikan formal
Aplikasi teori sosio-kultural pada pendidikan formal dapat dilihat dari beberapa segi antara lain:
1.      Kurikulum.
Khususnya untuk pendidikan di Indonesia pemberlakuan kurikulum pendidikan sesuai Peraturan Menteri nomor 24 tahun 2006 tentang pelaksanaan KTSP, Peraturan Menteri nomor 23 tahun 2006 tentang standar kompetensi, dan Peraturan Menteri nomor 22 tahun 2006 tentang standar kompetensi dan kompetensi dasar, jelas bahwa pendidikan di Indonesia memberikan pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap kepada anak untuk mempelajari sosio-kultural masyarakat Indonesia maupun masyarakat internasional melalui beberapa mata pelajaran yang telah ditetapkan, di antaranya: pendidikan kewarganegaraan, pengetahuan sosial, muatan lokal, kesenian, dan olah raga.
2.      Siswa
Dalam pembelajaran KTSP anak mengalami pembelajaran secara langsung ataupun melalui rekaman. Oleh sebab itu pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap bukan sesuatu yang verbal tetapi anak mengalami pembelajaran secara langsung. Selain itu pembelajaran memberikan kebebasan anak untuk berkembang sesuai bakat, minat, dan lingkungannya pencapaiannya sesuai standar kompetensi yang telah ditetapkan.
3.      Guru
Guru Dalam pembelajaran lebih berperanan sebagai fasilitator, mediator, motivator, evaluator, desainer pembelajaran dan tutor. Masih banyak peran yang lain, oleh karenanya dalam pembelajaran ini peran aktif siswa sangat diharapkan, sedangkan guru membantu perilaku siswa yang belum muncul secara mandiri dalam bentuk pengayaan, remedial pembelajaran.
Kelebihan dan kekurangan teori belajar revolusi sosiokultural
Berdasarkan teori Vygotsky akan diperoleh beberapa keuntungan:
1.   1. Anak memperoleh kesempatan yang luas untuk mengembangkan zona perkembangan proximalnya atau potensinya melalui belajar dan berkembang
2.   2. Pembelajaran perlu lebih dikaitkan dengan tingkat perkembangan potensialnya daripada tingkat perkembangan aktualnya
3.  3. Pembelajaran lebih diarahkan pada penggunaan strategi untuk mengembangkan kemampuan intermentalnya daripada kemampuan intramental
4.  4. Anak diberi kesempatan yang luas untuk mengintegrasikan pengetahuan deklaratif yang telah dipelajarinya dengan pengetahuan prosedural yang dapat dilakukan untuk tugas-tugas atau pemecahan masalah
5.   5Proses belajar bersifat  kokonstruksi, yaitu proses mengkonstruksi pengetahuan atau makna baru secara bersama-sama antara semua pihak yang terlibat di dalamnya.
Kelemahan dari teori belajar revolusi sosiokultural yaitu
1.    1.  Terbatas pada perilaku yang tampak,
2.     2.  proses-proses belajar yang kurang tampak seperti pembentukan konsep,
3.   3.   belajar dari berbagai sumber belajar, pemecahan masalah dan kemampuan berpikir sukar diamati secara langsung oleh karena itu diteliti oleh para teoriwan perilaku.




0 komentar:

Posting Komentar