Nama : Anis Suhartatik
NIM : 150341600910
Off : B
Seorang siswa harus dididik untuk realis, mengakui
kehidupan yang multi-dimensional, tidak seragam, dan diajak menghayati
kebinekaan yang saling melengkapi demi persaudaraan yang sehat, menghargai hak
dan kewajiban sosial yang saling solider. Mendidik juga berarti membantu anak
untuk menjadi dirinya dan peka terhadap lingkungannya. Harus berusaha
diciptakan lingkungan belajar yang demokratis, sehingga setiap anak satu
persatu perlu diberi kebebasan untuk melakukan pilihan-pilihan sesuai dengan
apa yang mampu dan mau dia lakukan. Hal tersebut dapat diatasi dengan teori
belajar revolusi sosio dalam pembelajaran yang akan dipaparkan diwah ini. Teori
belajar sosiokultur berangkat dari penyadaran tentang betapa pentingnya sebuah
pendidikan yang melihat proses kebudayaan dan pendidikan yang tidak bisa
dipisahkan.
Tokoh Teori Belajar Revolusi Sosio
Kultural
Ada 2 tokoh yang mendasari terbentuknya teori
belajar revolusi sosio-kultural :
1.
Piaget
Piaget
berpendapat bahwa belajar ditentukan karena adanya karsa individu artinya pengetahuan berasal dari individu. Siswa
berinteraksi dengan lingkungan sosial yaitu teman sebayanya dibanding
orang-orang yang lebih dewasa. Penentu utama terjadinya belajar adalah individu
yang bersangkutan (siswa) sedangkan lingkungan sosial menjadi faktor sekunder. Keaktifan
siswa menjadi penentu utama dan jaminan kesuksesan belajar, sedangkan penataan
kondisi hanya sekedar memudahkan belajar.
Teori
konflik-sosiokognitif Piaget ini mampu berkembang luas dan merajai bidang
psikologi dan pendidikan. Namun bila dicermati ada beberapa aspek dari teori
Piaget yang dipandang dapat menimbulkan implikasi kontraproduktif pada kegiatan
pembelajaran jika dilihat dari perspektif revolusi-sosiokultural saat ini
(Supratiknya, 2002). Dilihat dari locus of cognitive development atau asal-usul
pengetahuan, Piaget cenderung menganut teori psikogenesis. Artinya, pengetahuan
berasal dari dalam diri individu. Dalam proses belajar, siswa berdiri terpisah
dan berinteraksi dengan lingkungan sosial. Ia mengkonstruksi pengetahuannya
lewat tindakan yang dilakukannya terhadap lingkungan sosial. Pemahaman atau
pengetahuan merupakan penciptaan makna pengetahuan baru yang bertolak dari
interaksinya dengan lingkungan sosial.
2.
Vygotsky
Peningkatan
fungsi-fungsi mental bukan berasal dari individu itu sendiri melainkan berasal
dari kehidupan sosial atau kelompoknya. Kondisi sosial sebagai tempat
penyebaran dan pertukaran pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai sosial budaya.
Anak-anak memperoleh berbagai pengetahuan dan keterampilan melalui interaksi
sehari-hari baik lingkungan sekolah maupun keluarganya secara aktif.
Pandangan yang
mampu mengakomodasi sociocultural-revolution dalam teori belajar dan
pembelajaran dikemukakan oleh Lev Vygotsky. Ia mengatakan bahwa jalan pikiran
seseorang harus dimengerti dari latar sosial-budaya dan sejarahnya. Artinya,
untuk memahami pikiran seseorang bukan dengan cara menelusuri apa yang ada di
balik otaknya dan pada kedalaman jiwanya, melainkan dari asal-usul tindakan
sadarnya, dari interaksi sosial yang dilatari oleh sejarah hidupnya. Peningkatan
fungsi-fungsi mental seseorang berasal dari kehidupan sosial atau kelompoknya,
dan bukan dari individu itu sendiri. Interaksi sosial demikian antara lain
berkaitan erat dengan aktivitas-aktivitas dan bahasa yang dipergunakan.
Mekanisme teori yang digunakannya untuk
menspesifikasi hubungan antara pendekatan sosio-kultural dan pemfungsian mental
didasarkan pada tema mediasi semiotik, yang artinya adalah tanda-tanda atau
lambang-lambang beserta makna yang terkandung di dalamnya berfungsi sebagai
penengah antara rasionalitas dalam pendekatan sosio-kultural dan manusia
sebagai tempat berlangsungnya proses mental .
Anak-anak
memperoleh berbagai pengetahuan dan ketrampilan melalui interaksi sosial
sehari-hari. Mereka terlibat secara aktif dalam interaksi sosial dalam keluarga
untuk memperoleh dan juga menyebarkan pengetahuan-pengetahuan yang telah
dimiliki. Ada suatu kerja sama di antara anggota keluarga dalam interaksi
tersebut.
Konsep
teori belajar revolusi sosiokultural
Ada 3 konsep
penting dalam teori sosiogenesis Vygotsky tentang perkembangan kognitif sesuai
dengan revolusi sosiokoltural dalam teori belajar dan pembelajaran yaitu
genetic law of development, zona of proximal development dan mediasi.
1. Hukum
genetik tentang perkembangan (genetic law of development).
Menurut
Vygotsky, setiap kemampuan seseorang akan tumbuh dan berkembang melewati dua
tataran, yaitu interpsikologis atau intermental dan intrapsikologis atau
intramental. Pandangan teori ini menempatkan intermental atau lingkungan sosial
sebagai faktor primer dan konstitutif terhadap pembentukan pengetahuan serta
perkembangan kognitif seseorang. Sedangkan fungsi intramental dipandang sebagai
derivasi atau keturunan yang tumbuh atau terbentuk melalui penguasaan dan
internalisasi terhadap proses-proses sosial tersebut.
2. Zona
perkembangan proksimal (zone of proximal development)
Perkembangan
kemampuan seseorang dapat dibedakan ke dalam dua tingkat, yaitu tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial.
1). Tingkat perkembangan aktual tampak dari
kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas atau memecahkan berbagai
masalah secara mandiri. Ini disebut sebagai kemampuan intramental.
2). Sedangkan tingkat perkembangan potensial
tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas dan memecahkan
masalah ketika di bawah bimbingan orang dewasa atau ketika berkolaborasi dengan
teman sebaya yang lebih kompeten. Ini disebut sebagai kemampuan intermental.
Jarak antara keduanya, yaitu tingkat perkembangan aktual dan tingkat
perkembangan potensial ini disebut zona perkembangan proksimal.
Berpijak pada
konsep zona perkembangan proksimal, maka sebelum terjadi internalisasi dalam
diri anak, atau sebelum kemampuan intramental terbentuk, anak perlu dibantu
dalam proses belajarnya. Orang dewasa dan/atau teman sebaya yang lebih kompeten
perlu membantu dengan berbagai cara seperti memberikan contoh, memberikan
feedback, menarik kesimpulan, dan sebagainya dalam rangka perkembangan
kemampuannya.
3. Mediasi.
Menurut
Vygotsky, kunci utama untuk memahami proses-proses sosial dan psikologis adalah
tanda-tanda atau lambang-lambang yang berfungsi sebagai mediator. Mekanisme
hubungan antara pendekatan sosio-kultural dan fungsi-fungsi mental didasari
oleh tema mediasi semiotik, artinya
tanda-tanda atau lambang-lambang beserta makna yang terkandung di dalamnya
berfungsi sebagai penghubung antara rasionalitas sosio-kultural (intermental)
dengan individu sebagai tempat berlangsungnya proses mental (intramental)
Ada dua jenis
mediasi, yaitu mediasi metakognitif dan
mediasi kognitif (Supratiknya, 2002).
1). Mediasi metakognitif ini berkembang
dalam komunikasi antar pribadi. Selama menjalani kegiatan bersama, orang dewasa
atau teman sebaya yang lebih kompeten biasa menggunakan alat-alat semiotik
tertentu untuk membantu mengatur tingkah laku anak. Selanjutnya anak akan
menginternalisasikan alat-alat semiotik ini untuk dijadikan sarana regulasi
diri.
2).
Mediasi kognitif adalah penggunaan alat-alat kognitif
untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan pengetahuan tertentu atau
subject-domain problem. Mediasi kognitif bisa berkaitan dengan konsep spontan
(yang bisa salah) dan konsep ilmiah (yang lebih terjamin kebenarannya).
Konsep-konsep ilmiah yang berhasil diinternalisasikan anak akan berfungsi
sebagai mediator dalam pemecahan masalah. Konsep-konsep ilmiah dapat berbentuk
pengetahuan deklaratif (declarative knowledge) yang kurang memadai untuk
memecahkan berbagai persoalan, dan pengetahuan prosedural (procedural
knowledge) berupa metode atau strategi untuk memecahkan masalah. Menurut Vygotsky, untuk membantu anak
mengembangkan pengetahuan yang sungguh-sungguh bermakna, dengan cara memadukan
antara konsep-konsep dan prosedur melalui demonstrasi dan praktek.
Proses belajar
dan pembelajaran tidak sekedar bersifat transferal tetapi lebih merupakan
kokonstruksi, yaitu suatu proses mengkonstruksi pengetahuan atau makna baru
secara bersama-sama antara semua pihak yang terlibat di dalamnya.
APLIKASI
TEORI SOSIO-KULTURAL
Aplikasi teori
sosio-kultural dalam pendidikan. Penerapan teori sosio-kultural dalam
pendidikan dapat terjadi pada 3 jenis pendidikan yaitu:
a.
Pendidikan
informal (keluarga)
Pendidikan anak
dimulai dari lingkungan keluarga, dimana anak pertama kali melihat, memahami,
mendapatkan pengetahuan, sikap dari lingkungan keluarganya. Oleh karena itu
perkembangan prilaku masing-masing anak akan berbeda manakala berasal dari
keluarga yang berbeda, karena faktor yang mempengaruhi perkembangan anak dalam
keluarga beragam, misalnya: tingkat pendidikan orang tua, faktor ekonomi
keluarga, keharmonisan dalam keluarga dan sebagainya.
b.
Pendidikan
nonformal
Pendidikan
nonformal yang berbasis budaya banyak bermunculan untuk memberikan pengetahuan,
ketrampilan, dan perilaku pada anak, misalnya kursus membatik. Pendidikan ini
diberikan untuk membekali anak hal-hal tradisi yang berkembang di lingkungan
sosial masyarakatnya.
c.
Pendidikan
formal
Aplikasi teori
sosio-kultural pada pendidikan formal dapat dilihat dari beberapa segi antara
lain:
1. Kurikulum.
Khususnya untuk
pendidikan di Indonesia pemberlakuan kurikulum pendidikan sesuai Peraturan
Menteri nomor 24 tahun 2006 tentang pelaksanaan KTSP, Peraturan Menteri nomor
23 tahun 2006 tentang standar kompetensi, dan Peraturan Menteri nomor 22 tahun
2006 tentang standar kompetensi dan kompetensi dasar, jelas bahwa pendidikan di
Indonesia memberikan pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap kepada anak
untuk mempelajari sosio-kultural masyarakat Indonesia maupun masyarakat
internasional melalui beberapa mata pelajaran yang telah ditetapkan, di
antaranya: pendidikan kewarganegaraan, pengetahuan sosial, muatan lokal,
kesenian, dan olah raga.
2. Siswa
Dalam
pembelajaran KTSP anak mengalami pembelajaran secara langsung ataupun melalui
rekaman. Oleh sebab itu pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap bukan sesuatu
yang verbal tetapi anak mengalami pembelajaran secara langsung. Selain itu
pembelajaran memberikan kebebasan anak untuk berkembang sesuai bakat, minat,
dan lingkungannya pencapaiannya sesuai standar kompetensi yang telah
ditetapkan.
3. Guru
Guru Dalam
pembelajaran lebih berperanan sebagai fasilitator, mediator, motivator, evaluator,
desainer pembelajaran dan tutor. Masih banyak peran yang lain, oleh karenanya
dalam pembelajaran ini peran aktif siswa sangat diharapkan, sedangkan guru
membantu perilaku siswa yang belum muncul secara mandiri dalam bentuk
pengayaan, remedial pembelajaran.
Kelebihan
dan kekurangan teori belajar revolusi sosiokultural
Berdasarkan
teori Vygotsky akan diperoleh beberapa keuntungan:
1. 1. Anak
memperoleh kesempatan yang luas untuk mengembangkan zona perkembangan
proximalnya atau potensinya melalui belajar dan berkembang
2. 2. Pembelajaran
perlu lebih dikaitkan dengan tingkat perkembangan potensialnya daripada tingkat
perkembangan aktualnya
3. 3. Pembelajaran
lebih diarahkan pada penggunaan strategi untuk mengembangkan kemampuan
intermentalnya daripada kemampuan intramental
4. 4. Anak
diberi kesempatan yang luas untuk mengintegrasikan pengetahuan deklaratif yang
telah dipelajarinya dengan pengetahuan prosedural yang dapat dilakukan untuk
tugas-tugas atau pemecahan masalah
5. 5. Proses
belajar bersifat kokonstruksi, yaitu
proses mengkonstruksi pengetahuan atau makna baru secara bersama-sama antara
semua pihak yang terlibat di dalamnya.
Kelemahan
dari teori belajar revolusi sosiokultural yaitu
1. 1. Terbatas
pada perilaku yang tampak,
2. 2. proses-proses
belajar yang kurang tampak seperti pembentukan konsep,
3. 3. belajar
dari berbagai sumber belajar, pemecahan masalah dan kemampuan berpikir sukar
diamati secara langsung oleh karena itu diteliti oleh para teoriwan perilaku.
0 komentar:
Posting Komentar