Senin, 27 Februari 2017

Teori Belajar Sibernetik Dan Penerapannya Dalam Pembelajaran


Teori Belajar Sibernetik Dan Penerapannya Dalam Pembelajaran
Teori Sibernetik ini berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan ilmu informasi. Menurut teori sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi.Hakekat manajemen pembelajaran berdasarkan teori belajar sibernetik adalah usaha guru untuk membantu siswa mencapai tujuan belajarnya secara efektif dengan cara memfungsikan unsur-unsur kognisi siswa, terutama unsur pikiran untuk memahami stimulus dari luar melalui proses pengolahan informasi. Asumsi lain dari teori sibernetik adalah bahwa tidak ada satu proses belajarpun yang ideal untuk segala situasi, dan yang cocok untuk semua siswa. Sebab cara belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi. Sebuah informasi mungkin akan dipelajari oleh seorang siswa dengan satu macam proses belajar, dan informasi yang sama mungkin akan dipelajari siswa lain melalui proses belajar yang berbeda (Budiningsih, 2005).
Teori ini mempunyai kesamaan dengan teori kognitif yaitu mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar. Proses belajar memang penting dalam teori sibernetik, namun yang lebih utama lagi adalah sistem informasi yang akan dipelajari siswa. Teori sibernetik diimplementasikan dalam beberapa pendekatan pengajaran (teaching approach) dan metode pembelajaran, yang sudah banyak diterapkan di Indonesia. Misalnya virtual learning, e-learning, dll.
Teori Belajar Menurut Beberapa Tokoh Aliran Sibernetik.
Menurut Hamzah (2006) tokoh-tokoh aliran teori belajar Sibernetik sebagai berikut.
A.  Teori Belajar Menurut Landa
Menurut Landa, ada dua macam proses berfikir, di antaranya
1.    Proses berpikir algoritmik, yaitu proses berpikir sistematis, tahap demi tahap, linear, konvergen, lurus menuju kesatu target tujuan tertentu.
Contoh: kegiatan menelepon, menjalankan mesin mobil, dan lain-lain.
2.    Cara berpikir heuristik, yaitu cara berpikir devergen, menuju beberapa target tujuan sekaligus. Memahami suatu konsep yang mengandung arti ganda dan penafsiran biasanya menuntut seseorang untuk menggunakan cara berpikir heuristik.
Contoh : Operasi pemilihan atribut geonetri, penemuan cara-cara pemecahan masalah, dan lan-lain.
Proses belajar akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran yang hendak dipelajari atau masalah yang hendak dipecahkan (dalam istilah teori sibernetik adalah sistem informasi yang hendak dipelajari) diketahui ciri-cirinya. Materi pelajaran tertentu akan lebih tepat disajikan dalam urutan yang teratur, linier, sekuensial, sedangkan materi pelajaran lainnya akan lebih tepat bila disajikan dalam bentuk “terbuka” dan memberi kebebasan kepada siswa untuk berimajinasi dan berpikir. Misalnya, agar siswa mampu memahami suatu rumus matematika, mungkin akan lebih efektif jika presentasi informasi tentang rumus tersebut disajikan secara algoritmik. Alasannya, karena suatu rumus matematika biasanya mengikuti urutan tahap demi tahap yang sudah teratur dan mengarah ke satu target tertentu. Namun untuk memahami makna suatu konsep yang lebih luas dan banyak mengandung interpretasi, misalnya konsep keadilan atau demokrasi, akan lebih baik jika proses berpikir siswa dibimbing ke arah yang “menyabar” atau berpikir heuristik, dengan harapan pemahaman mereka terhadap konsep itu tidak tunggal, motonon, dogmatik, atau linier (Suherman, 2003).
B.  Teori Belajar Menurut Pask dan Scott
Menurut Pask dan Scott, ada dua macam cara berpikir yaitu cara berpikir serialis dan cara berpikir wholist atau menyeleruh. Pendekatan serialis yang dikemukakannya memiliki kesamaan dengan pendekatan algoritmik. Sedangkan cara berpikir menyeluruh (wholist) adalah berpikir yang cenderung melompat ke depan, langsung ke gambaran lengkap sebuah sistem informasi.
a. Siswa tipe wholist atau menyeluruh cenderung mempelajari sesuatu dari tahap yang paling umum kemudian bergerak ke yang lebih khusus.
b. Sedangkan siswa tipe serialist cenderung berpikir secara algoritmik.
Teori sibernetik sebagai teori belajar dikritik karena lebih menekankan pada sistem informasi yang akan dipelajari, sedangkan bagaimana proses belajar berlangsung dalam diri individu sangat ditentukan oleh sistem informasi yang dipelajari teori ini memandang manusia sebagai pengolahan informasi, pemikir, dan pencipta. Sehingga diasumsikan manusia mampu mengolah, menyimpan, dan mengorganisasikan informasi.
Asumsi di atas direfleksikan ke dalam suatu model belajar dan pembelajaran. Model tersebut menggambarkan proses mental dalam belajar yang secara tersetrukur membentuk suatu; sistem kegiatan mental. Dari model ini dikembangkan prinsip-prinsip belajar seperti:
a. Proses dalam belajar terfokus pada pengetahuan yang bermakna.
b. Proses mental tersebut mampu menyandi informasi secara bermakna.
c. Proses mental bermuara pada pengorganisasian dan pengaktualisasian informasi.
Implementasi Teori Sibernetik dalam Kegiatan Pembelajaran
Dalam implementasinya, teori belajar sibernetik telah dikembangkan oleh beberapa tokoh, diantaranya adalah pendekatan-pendekatan yang berorientasi pada pemrosesan informasi yang dikembangkan oleh Gagne dan Berline, Biehler, Snowman, Baine, dan Tennyson (Budiningsih, 2005).
Teori pemrosesan informasi umumnya berpijak pada tiga asumsi, yaitu:
a. Bahwa antara stimulus dan respon berpijak pada tiga asumsi, yaitu: Pemrosesan informasi dimana pada masing-masing tahapan dibutuhkan sejumlah waktu tertentu.
b. Stimulus yang diproses melalui tahap-tahapan tadi akan mengalami perubahan bentuk ataupun isinya.
c.  Salah satu dari tahapan mempunyai kapasitas yang terbatas.
Dari ketiga asumsi tersebut, dikembangkan teori tentang komponen. Komponen struktur dan pengatur alur pemrosesan informasi (proses kontrol). Komponen-komponen pemrosesan informasi dipilih berdasarkan perbedaan fungsi, kapasitas bentuk informasi, serta proses terjadinya “lupa” dan Ketiga komponen tesebut adalah:
1.    Sensory Recoptor (SR)
Sensory Recptor (SR) merupakan sel tempat pertama kali informasi diterima dari luar. Di dalam SR informasi ditangkap dalam bentuk aslinya, bertahan dalam waktu sangat singkat, dan informasi tadi mudah terganggu atau berganti.
2.    Warking Memory (WM)
Working Memory (WM) diasumsikan mampu menangkap informasi yang diberi perhatian oleh individu. Karakteristik WM adalah memiliki kapasitas terbatas (informasi hanya mampu bertahan kurang lebih 15 detik tanpa pengulangan) dan informasi dapat disandi dalam bentuk yang berbeda dari stimulus aslinya. Artinya agar informasi dapat bertahan dalam WM, upayakan jumlah informasi tidak melebihi kapasitas disamping melakukan pengulangan.
3.    Long Term Memory (LTM)
Dalam Long Term Memory (LTM) diasumsikan :
1)  Berisi semua pengetahuan yang telah dimiliki individu
2)  Mempunyai kapasitas tidak terbatas
3)  Sekali informasi disimpan di dalam LTM, ia tidak akan pernah terhapus atau hilang.
Persoalan lupa pada tahapan ini disebabkan oleh kesulitan atau kegagalan memunculkan kembali informasi yang diperlukan. Sejalan dengan teori pemrosesan informasi, Asubel (1968) mengemukakan bahwa perolehan pengetahuan baru merupakan fungsi struktur kognitif yang telah dimiliki individu.
Proses pengelolaan informasi dalam ingatan dimulai dari proses penyandian informasi (encoding), diikuti dengan penyimpanan informasi (stroge), dan diakhiri dengan mengungkapkan kembali informasi-informasi yang telah disimpan dalam ingatan (retrival). Teori belajar pemrosesan informasi mendeskripsikan tindakan belajar merupakan proses internal yang mencakup beberapa tahapan.

Kondisi internal peserta didik yang mempengaruhi proses belajar melalui proses pengolahan informasi, dan yang sangat penting untuk diperhatikan oleh seorang guru dalam mengelola pembelajaran antara lain:
1.      Kemampuan awal peserta didik
Kemampuan awal peserta didik yaitu peserta didik telah memiliki pengetahuan, atau keterampilan yang merupakan prasyarat sebelum mengikuti pembelajaran. Dengan adanya kemampuan prasyarat ini peserta didik diharapkan mampu mengikuti proses pembelajaran dengan baik. Kemampuan awal peserta didik dapat diukur melalui tes awal, interview, atau cara-cara lain yang cukup sederhana seperti melontarkan pertanyaan-pertanyaan.
2.      Motivasi
Motivasi berperan sebagai tenaga pendorong yang menyebabkan adanya tingkah laku ke arah tujuan tertentu. Dalam proses belajar, motivasi intrinsik lebih menguntungkan karena dapat bertahan lebih lama. Kebutuhan untuk berprestasi yang bersifat intrinsik cenderung relatif stabil, mereka ini berorientasi pada tugas-tugas belajar yang memberikan tantangan. Pendidik yang dapat mengetahui kebutuhan peserta didik untuk berprestasi dapat memanipulasi motivasi dengan memberikan tugas-tugas yang sesuai untuk peserta didik.
3.      Perhatian
Perhatian merupakan strategi kognitif untuk menerima dan memilih stimulus yang relevan untuk diproses lebih lanjut diantara sekian banyak stimulus yang datang dari luar. Perhatian dapat membuat peserta didik mengarahkan diri ketugas yang diberikan, melihat masalah-masalah yang akan diberikan, memilih dan memberikan fokus pada masalah yang akan diselesaikan, dan mengabaikan hal-hal lain yang tidak relevan. Faktor-faktor yang mempengaruhi perhatian seseorang adalah faktor internal yang mencakup: minat, kelelahan, dan karakteristik pribadi. Sedangkan faktor eksternal mencakup: intensitas stimulus, stimulus yang baru, keragaman stimulus, warna, gerak dan penyajian stimulus secara berkala dan berulang-ulang.
4.      Persepsi
Persepsi merupakan proses yang bersifat kompleks yang menyebabkan orang dapat menerima atau meringkas informasi yang diperoleh dari lingkungannya. Persepsi sebagai tingkat awal struktur kognitif seseorang. Untuk membentuk persepsi yang akurat mengenai stimulus yang diterima serta mengembangkannya menjadi suatu kebiasaan perlu adanya latihan-latihan dalam bentuk berbagai situasi. Persepsi seseorang menjadi lebih mantap dengan meningkatnya pengalaman.
5.      Ingatan
Ingatan adalah suatu sistem aktif yang menerima, menyimpan, dan mengeluarkan kembali yang telah diterima seseorang. Ingatan sangat selektif, yang terdiri dari tiga tahap, yaitu ingatan sensorik, ingatan jangka pendek, dan ingatan jangka panjang yang relatif permanen. Penyimpanan informasi dalam jangka panjang dilakukan dalam berbagai bentuk, yaitu melalui kejadian-kejadian khusus (episodic), gambaran (image), atau yang berbentuk verbal bersifat abstrak. Daya ingat sangat menentukan hasil belajar yang diperoleh peserta didik.
6.      Lupa
Lupa merupakan hilangnya informasi yang telah disimpan dalam ingatan jangka panjang. Seseorang dapat melupakan informasi yang telah diperoleh karena memang tidak ada informasi yang menarik perhatian, kurang adanya pengulangan atau tidak ada pengelompokan informasi yang diperoleh, mengalami kesulitan dalam mencari kembali informasi yang telah disimpan, ingatan telah aus dimakan waktu atau rusak, ingatan tidak pernah dipakai, materi tidak dipelajari sampai benar-benar dikuasai, adanya gangguan dalam bentuk informasi lain yang menghambatnya untuk mengingat kembali.
7.      Retensi
Retensi adalah apa yang tertinggal dan dapat diingat kembali setelah seseorang mempelajari sesuatu, jadi kebalikan lupa. Apabila seseorang belajar, setelah beberapa waktu apa yang dipelajarinya akan banyak dilupakan, dan apa yang diingatnya akan berkurang jumlahnya. Ada tiga faktor yang mempengaruhi retensi, yaitu: materi yang dipelajari pada permulaan (original learning), belajar melebihi penguasaan (over learning), dan pengulangan dengan interval waktu (spaced review).
8.      Transfer
Transfer merupakan suatu proses yang telah pernah dipelajari, dapat mempengaruhi proses dalam mempelajari materi yang baru. Transfer belajar atau transfer latihan berarti aplikasi atau pemindahan pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, sikap, atau respon-respon lain dari satu situasi kesituasi lain.
Kondisi eksternal yang sangat berpangaruh terhadap proses belajar dengan proses pengolahan informasi antara lain:
1.      Kondisi belajar
Kondisi belajar dapat menyebabkan adanya modifikasi tingkah laku yang dapat dilihat sebagai akibat dari adanya proses belajar. Cara yang ditempuh pendidik untuk mengelola pembelajaran sangat bervariasi tergantung pada kondisi belajar yang diharapkan. Gagne (dalam Budiningsih, 2008: 89) mengklasifikasikan ada lima macam hasil belajar, yakni: (a) keterampilan intelektual, atau pengetahuan prosedural yang mencakup belajar diskriminasi, konsep, prinsip, dan pemecahan masalah yang diperoleh melalui materi yang disajikan dalam pembelajaran di kelas. (b) strategi kognitif, kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah baru dengan jalan mengatur proses internal masing-masing individu dalam memperhatikan belajar, mengingat, dan berfikir. (c) informasi verbal, kemampuan untuk mendeskripsikan sesuatu dengan kata-kata dengan jalan mengatur informasi-informasi yang relevan. (d) keterampilan motorik, kemampuan untuk melaksanakan dan mengkoordinasikan gerakan-gerakan yang berhubungan dengan otot. (e) sikap, suatu kemampuan internal yang mempengaruhi perilaku seseorang, dan didasari oleh emosi, kepercayaan, serta faktor intelektual.
2.      Tujuan belajar
Tujuan belajar merupakan komponen sistem pembelajaran yang sangat penting, sebab komponen-komponen lain dalam pembelajaran harus bertolak dari tujuan belajar yang hendak dicapai dalam proses belajarnya. Tujuan belajar yang dinyatakan secara spesifik dapat mengarahkan proses belajar, dapat mengukur tingkat ketercapaian tujuan belajar, dan dapat meningkatkan motivasi belajar.
3.      Pemberian umpan balik
Pemberian umpan balik merupakan suatu hal yang sangat penting bagi peserta didik, karena memberikan informasi tentang keberhasilan, kegagalan, dan tingkat kompetensinya.
Tahapan dalam peristiwa pembelajaran sebagai cara-cara eksternal yang berpotensi mendukung proses-proses internal dalam kegiatan belajar adalah :
1.    Menarik perhatian
2.    Memberitahukan tujuan pembelajaran kepada siswa
3.    Merangsang ingatan pada pra syarat belajar
4.    Menyajikan bahan rangsanyan
5.    Memberikan bimbingan belajar
6.    Mendorong unjuk kerja
7.    Memberikan balikan informative
8.    Menilai unjuk kerja
9.    Meningkatkan retensi dan alih belajar
Keunggulan strategi pembelajaran yang berpijak pada teori pemrosesan informasi, antara lain :.
1.    Cara berpikir yang berorientasi pada prses lebih menonjol
2.    Penyajian pengetahuan memenuhi aspek ekonomis
3.    Kapabilitas belajar dapat disajikan lebih lengkap
4.    Adanya keterarahan seluruh kegiatan belajar kepada tujuan yang ingin dicapai
5.    Adanya transfer belajar pada lingkungan kehidupan yang sesungguhnya
6.    Kontrol belajar memungkinkan belajar sesuai irama masing-masing individu
7.   Balikan informatif memberikan rambu-rambu yang jelas tentang tingkat unjuk kerja yang telah dicapai dibandingkan dengan unjuk kerja yang diharapkan.
Menurut Budiningsih (2005) aplikasi teori belajar sibernetik dalam kegiatan pembelajaran baik diterapkan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1.      Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran.
2.      Menentukan materi pembelajaran.
3.      Mengkaji sistem informasi yang terkandung dalam materi pelajaran.
4.      Menentukan pendekatan belajar yang sesuai dengan sistem informasi tersebut.
5.      Menyusun materi pelajaran dalam urutan yang sesuai dengan sistem informasinya.
6.   Menyajikan materi dan membimbing siswa belajar dengan pola yang sesuai dengan urutan materi pelajaran.
Kelebihan dan Kekurangan Teori Sibernetik dalam Kegiatan Pembelajaran (Hamzah, 2006)
a.        Keunggulan
1)        Setiap orang bisa memilih model pembelajaran yang paling sesuai dengan untuk dirinya, dengan mengakses melalui internet pembelajaran serta modulnya dari berbagai penjuru dunia.
2)        Pembelajaran bisa disajikan dengan menarik, interaktif dan komunikatif. Dengan animasi-animasi multimedia dan interferensi audio, siswa tidak akan bosan duduk berjam-jam mempelajari modul yang disajikan.
3)        Menganggap dunia sebagai sebuah 'global village', dimana masyarakatnya bisa saling mengenal satu sama lain, bisa saling berkomunikai dengan mudah, dan pembelajaran bisa dilakukan dimana saja tanpa dibatasi ruang dan waktu, sepanjang sarana pembelajaran mendukung.
4)        Buku-buku materi ajar atau sumber pembelajaran lainnya bisa diperoleh secara autentik (sesuai aslinya), cepat dan murah.
5)        Ketika bertanya atau merespon pertanyaan guru atau instruktur, secara psikologis siswa akan lebih berani mengungkapkanya, karena siswa tidak akan merasa takut salah dan menanggung akibat dari kesalahannya secara langsung.
b.        Kekurangan
1). Teori aliran ini tidak secara langsung membahas tentang proses belajar sehingga menyulitkan dalam penerapan.
2). Ulasan teori ini cenderung ke dunia psikologi dan informasi dengan mencoba melihat mekanisme kerja otak. .
DAFTAR RUJUKAN
Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta
Hamzah B. Uno. 2006.Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta:Bumi Aksara

Suherman, Erman, dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Kontemporer. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia

0 komentar:

Posting Komentar