Minggu, 19 Februari 2017

Teori Belajar Konstruktivistik dan Penerapannya dalam Pembelajaran

Teori Belajar Konstruktivistik dan Penerapannya dalam Pembelajaran

Banyak teori yang membahas tentang belajar maupun model pembelajaran. Sebelumnya sudah dibahas mengenai teori belajar behavioristik dan kogitif, sekarang akan dibahas mengenai teori belajar konstruktivistik. Sama dengan teori belajar sebelumnya, di bahasan teori belajar konstruktivistik juga akan dibahas mengenai penerapannya dalam pembelajaran.
Kontruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam stuktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Pengetahuan itu terbentuk bukan dari objek semata, akan tetapi juga dari kemampuan individu sebagai subjek yang menangkap setiap objek yang di amatinya. Pada dasarnya pendekatan teori konstruktivisme dalam belajar adalah suatu pendekatan di mana siswa harus secara individual menemukan dan menstransformasikan informasi yang kompleks, memeriksa informasi dengan aturan yang ada dan merevisinya bila perlu. Teori konstruktivisme didefinisikan sebagai  pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan aliran behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus respon, konstruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya. Jadi seorang guru harus banyak menciptakan kesempatan  bagi siswa untuk belajar dengan teman sebaya dan guru dalam mengkonstruksi pengetahuan bersama ( Ratna, 2006).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran konstruktivistik menurut Budiningsih (2012), yaitu:
1.    Mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata dalam konteks yang relevan.
2.    Mengutamakan proses.
3.    Menanamkan pembelajaran dalam konteks pengalaman sosial.
4.    Menanamkan pembalajaran dalam upaya mengkonstruksi mengalaman.
Ciri-ciri teori balajar konstruktivistik menurut Budiningsih (2012)sebagai berikut.
1.        Memberi peluang kepada siswa untuk membina pengetahuan baru.
2.        Menggalakkan ide yang timbul dari siswa untuk digunakan sebagai panduan merancang pengajaran.
3.        Menerima daya usaha siswa.
4.        Dapat mangaji bagaimana siswa belajar menemukan ide.
5.        Membina siswa untuk dapat berdialog dengan sesama siswa dan guru.
Prinsip-prinsip Teori Belajar Konstruktivistik menurut Budiningsih (2012)sebagai berikut.
1.        Pengetahuan dibangun dan dikembangkan oleh siswa.
2.        Pengetahuan tidak dapat dipindah dari guru ke siswa, kecuali hanya dengan keaktifan siswa sendiri untuk menalar.
3.        Siswa aktif mengkonstruksi secara terus-menerus
4.        Guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi berjalan lancar.
5.        Mencari dan menilai pendapat siswa.
Tujuan Teori Belajar Konstruktivistik menurut Budiningsih (2012)sebagai berikut.
1.        Adanya motivasi untuk siswa, bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
2.        Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari pertanyaannya sendiri.
3.        Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman secara lengkap.
4.        Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
Tokoh dalam Teori Belajar Konstruktivistik menurut Siregar (2010) adalah Jean Piaget, Vigotsky, Jhon Dewey dan Von Graselfeld, dimana teorinya akan dipaparkan di bawah ini.
A.      Jean Piaget
Dikenal dengan nama konstruktivistik kognitif (personal constructivism). Teori ini memiliki fokus perhatian pada bangkitnya dan dimilikinya skema bagaimana seseorang mengenal dunia dalam saat "tingkatan-tingkatan perkembangan", ketika anak-anak menerima cara baru bagaimana secara mental merepresentasikan informasi. Pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan.
Ada empat konsep dasar yang diperkenalkan oleh Piaget, yaitu:
1.        Schemata adalah suatu struktur kognitif yang slalu berkembang dan berubah, karena proses asimiliasi dan proses akomodasi aktif serta dinamis.
2.        Asimilasi adalah proses penyesuian informasi yang akan diterima sehingga menjadi sesuatu yang dikenal oleh siswa
3.        Akomodasi adalah penempatan informasi yang sudah di ubah dalam schemata yang sudah ada
4.        Equilibrium adalah sebuah proses adaptasi oleh individu terhadap lingkungan individu, agar berusaha untuk mencapai struktural mental atau schemata yang stabil atau seimbang antara asimilasi dan akomodasi.
B.       Vigotsky
Teori Konstruktivisme vigotsky berasumsi bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun fisik. Penemuan atau discovery dalam belajar lebih mudah diperoleh dalam konteks sosial budaya seseorang. Siswa mempunyai dua tingkat perkembangan,perkembangan aktual dan potensial. Tingkat perkembangan aktual yang tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas atau memecahkan berbagai masalah secara mandiri. Sedangkan Tingkat perkembangan potensial tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas dan memecahkan masalah ketika dibawah bimbingan orang dewasa atau ketika berkolaborasi dengan teman sebaya yang lebih kompeten.
C.      Jhon Dewey dan Von Graselfeld
Bahwa pandangan penganut konstruktivisme mengenai belajar meliputi serangkaian teori yang membagi perespektif umum bahwa pengetahuan dikonstruksi oleh pembelajar bukan ditransfer ke pembelajar.
Proses teori Belajar Konstruktivistik
1.    Peranan Siswa (si Belajar)
Menurut pandangan konstruktivistik, belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh seorang yang belajar. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Guru memang harus mengambil prakarsa untuk menata lingkungan yang memberi peluang optimal bagi terjadinya belajar. Namun yang akhirnya paling menentukan terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar siswa sendiri. Dengan istilah lain, dapat dikatakan bahwa hakekatnya kendali belajar sepenuhnya ada pada siswa.
2.    Peranan Guru
Dengan belajar konstruktivistik guru atau pendidik berperan membantu agar proses pengkonstruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancar. Guru hanya membentuk pengetahuannya sendiri. Guru dituntun lebih memahami jalan pikiran atau cara pandang siswa dalam belajar. Guru tidak dapat mengklaim bahwa satu-satunya cara yang tepat adalah yang sama dan sesuai dengan kemauannya.
Peranan kunci guru dalam pendidikan adalah pengendalian yang meliputi:
a.         Menumbuhkan kemandirian dengan menyediakan kesempatan untuk mengambil keputusan dan bertindak.
b.        Menumbuhkan kemampuan mengambil keputusan dan bertindak dengan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan siswa.
c.         Menyediakan sistem dukungan yang memberi kemudahan belajar agar siswa mempunyai peluang optimal untuk berlatih.
Evaluasi belajar Pandangan konstruktivistik mengemukakan bahwa lingkungan belajar sangat mendukung munculnya berbagai pandangan dan interpretasi terhadap realitas, konstruksi pengetahuan, serta aktivitas-aktivitas lain yang didasarkan pada pengalaman. Hal ini memunculkan pemikiran terhadap usaha mengevaluasi belajar konstruktivistik. Ada perbedaan penerapan evaluasi belajar antara pandangan behavioristik (tradisional) yang obyektifis konstruktivistik. Pembelajaran yang diprogramkan dan didesain banyak mengacu pada obyektifis, sedangkan Piagetian dan tugas-tugas belajar discovery lebih mengarah pada konstruktivistik. Obyektifis mengakui adanya reliabilitas pengetahuan, bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, dan tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi. Guru bertugas untuk menyampaikan pengetahuan tersebut. Realitas dunia dan strukturnya dapat dianalisis dan diuraikan, dan pemahaman seseorang akan dihasilkan oleh proses-proses eksternal dari struktur dunia nyata tersebut, sehingga belajar merupakan asimilasi objek-objek nyata. Tujuan para perancang dan guru-guru tradisional adalah menginterpretasikan kejadian-kejadian nyata yang akan diberikan kepada para siswanya (Siregar, 2010).
Evaluasinya belajar pandangan behavioristik tradisional lebih diarahkan pada tujuan belajar. Sedangkan pandangan konstruktivistik menggunakan goal-free evaluation, yaitu suatu konstruksi untuk mengatasi kelemahan evaluasi pada tujuan spesifik. Evaluasi akan lebih obyektif jika evaluator tidak diberi informasi tentang tujuan selanjutnya. Jika tujuan belajar diketahui sebelum proses belajar dimulai, proses belajar dan evaluasinya akan berat sebelah. Pemberian kriteria pada evaluasi mengakibatkan pengaturan pada pembelajaran. Tujuan belajar mengarahkan pembelajaran yang juga akan mengontrol aktifitas belajar siswa Budiningsih (2012).
       Model Pembelajaran Konstruktivisme menurut (Rusman, 2012).
Fase Eksplorasi
ü Diperlihatkan tanah berisi cacing dan diajukan pertanyaan: “Apa yang kau    ketahui tentang cacing tanah?”.
ü Semua jawaban siswa ditampung (ditulis dipapan tulis jika perlu).
ü Siswa diberi kesempatan untuk memeriksa keadaan yang sesungguhnya, dan diberi kesempatan untuk merumuskan hal-hal yang tidak sesuai dengan jawaban mereka semula.
Fase Klarifikasi
·      Guru memperkealkan macam-macam cacing dan spesifikasinya.
·      Siswa merumuskan kembali pengetahuan mereka tentang cacing tanah.
·      Guru memberikan masalah berupa pemilihan cacing yang cocok untuk dikembangbiakkan.
·      Siswa mendiskusikannya secara berkelompok dan merencanakan penyelidikan.
·       Secara berkelompok siswa melakukan penyelidikan untuk menguji rencananya.
·      Siswa mencari tambahan rujukan tentang manfaat cacing tanah dulu dan sekarang.
Fase Aplikasi
ü Secara berkelompok siswa melaporkan hasilnya, dilanjutkan dengan penyajian oleh wakil kelompok dalam diskusi kelas.
ü Secara bersama-sama siswa merumuskan rekomendasi untuk para pemula yang ingin ber-“ternak cacing” tanah.
ü Secara perorangan siswa membuat tulisan tentang perkehidupan jenis cacing tanah tertentu sesuai hasil pengamatannya

Peranan (Implementasi) Teori Konstruktivisme di Kelas menurut (Rusman, 2012)
1. Mendorong kemandirian dan inisiatif siswa dalam belajar
Dengan menghargai gagasan-gagasan atau pemikiran siswa serta mendorong siswa berpikir mandiri, berarti guru membantu siswa menemukan identitas intelektual mereka. Para siswa yang merumuskan pertanyaan-pertanyaan dan kemudian menganalisis serta menjawabnya berarti telah mengembangkan tanggung jawab terhadap proses belajar mereka sendiri serta menjadi pemecah masalah (problem solver).
2. Guru mengajukan pertanyaan terbuka dan memberikan kesempatan beberapa waktu kepada siswa untuk merespon
Berfikir reflektif memerlukan waktu yang cukup dan seringkali atas dasar gagasan-gagasan dan komentar orang lain. Cara-cara guru mengajukan pertanyaan dan cara siswa merespon atau menjawabnya akan mendorong siswa mampu membangun keberhasilan dalam melakukan penyelidikan.
3. Mendorong siswa berpikir tingkat tinggi
Guru yang menerapkan proses pembelajaran konstruktivisme akan menantang para siswa untuk mampu menjangkau hal-hal yang berada di balik respon-respon faktual yang sederhana. Guru mendorong siswa untuk menghubungkan dan merangkum konsep-konsep melalui analisis, prediksi, justifikasi, dan mempertahankan gagasan-gagasan atau pemikirannya.
4. Siswa terlibat secara aktif dalam dialog atau diskusi dengan guru dan siswa lainnya
Dialog dan diskusi yang merupakan interaksi sosial dalam kelas yang bersifat intensif sangat membantu siswa untuk mampu mengubah atau menguatkan gagasan-gagasannya. Jika mereka memiliki kesempatan untuk megemukakan apa yang mereka pikirkan dan mendengarkan gagasan-gagasan orang lain, maka mereka akan mampu membangun pengetahuannya sendiri yang didasarkan atas pemahaman mereka sendiri. Jika mereka merasa aman dan nyaman untuk mengemukakan gagasannya maka dialog yang sangat bermakna akan terjadi di kelas.
5. Siswa terlibat dalam pengalaman yang menantang dan mendorong terjadinya diskusi
Jika diberi kesempatan untuk membuat berbagai macam prediksi, seringkali siswa menghasilkan berbagai hipotesis tentang fenomena alam ini. Guru yang menerapkan konstruktivisme dalam belajar memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk menguji hipotesis yang mereka buat, terutama melalui diskusi kelompok dan pengalaman nyata.
6. Guru memberika data mentah, sumber-sumber utama, dan materi-materi interaktif
Proses pembelajaran yang menerapkan pendekatan konstruktivisme melibatkan para siswa dalam mengamati dan menganalisis fenomena alam dalam dunia nyata. Kemudian guru membantu para siswa untuk menghasilkan abstraksi atau pemikiran-pemikiran tentang fenomena-fenomena alam tersebut secara bersama-sama.

DAFTAR RUJUKAN
Budiningsih, Asri. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Ratnawilis, dahar. 2006. teori-teori belajar dan pembelajaran. Bandung: Erlangga
Rusman, 2012. Model-Model Pada Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru Edisi 2.           Jakarta: Rajawali Press
Siregar, E., & Nara, H. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Ghalia Indonesia.



0 komentar:

Posting Komentar