Teori Belajar Konstruktivistik dan Penerapannya dalam Pembelajaran
Banyak teori yang
membahas tentang belajar maupun model pembelajaran. Sebelumnya sudah dibahas
mengenai teori belajar behavioristik dan kogitif, sekarang akan dibahas
mengenai teori belajar konstruktivistik. Sama dengan teori belajar sebelumnya,
di bahasan teori belajar konstruktivistik juga akan dibahas mengenai
penerapannya dalam pembelajaran.
Kontruktivisme adalah
proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam stuktur kognitif siswa
berdasarkan pengalaman. Pengetahuan itu terbentuk bukan dari objek semata, akan
tetapi juga dari kemampuan individu sebagai subjek yang menangkap setiap objek
yang di amatinya. Pada dasarnya pendekatan
teori konstruktivisme dalam belajar adalah suatu pendekatan di mana siswa
harus secara individual menemukan dan menstransformasikan informasi yang
kompleks, memeriksa informasi dengan aturan yang ada dan merevisinya bila perlu.
Teori konstruktivisme didefinisikan
sebagai pembelajaran yang bersifat
generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda
dengan aliran behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang
bersifat mekanistik antara stimulus respon, konstruktivisme lebih memahami
belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan
memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya. Jadi seorang guru harus banyak menciptakan
kesempatan bagi siswa untuk belajar dengan teman sebaya dan guru dalam
mengkonstruksi pengetahuan bersama ( Ratna, 2006).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran
konstruktivistik menurut Budiningsih (2012), yaitu:
1.
Mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata dalam konteks yang
relevan.
2.
Mengutamakan proses.
3. Menanamkan pembelajaran dalam konteks
pengalaman sosial.
4.
Menanamkan pembalajaran dalam upaya mengkonstruksi mengalaman.
Ciri-ciri teori balajar konstruktivistik menurut
Budiningsih (2012)sebagai berikut.
1.
Memberi
peluang kepada siswa untuk membina pengetahuan baru.
2.
Menggalakkan
ide yang timbul dari siswa untuk digunakan sebagai panduan merancang
pengajaran.
3.
Menerima
daya usaha siswa.
4.
Dapat
mangaji bagaimana siswa belajar menemukan ide.
5.
Membina
siswa untuk dapat berdialog dengan sesama siswa dan guru.
Prinsip-prinsip Teori Belajar Konstruktivistik menurut
Budiningsih (2012)sebagai berikut.
1.
Pengetahuan
dibangun dan dikembangkan oleh siswa.
2.
Pengetahuan
tidak dapat dipindah dari guru ke siswa, kecuali hanya dengan keaktifan siswa
sendiri untuk menalar.
3.
Siswa
aktif mengkonstruksi secara terus-menerus
4.
Guru
sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi berjalan
lancar.
5.
Mencari
dan menilai pendapat siswa.
Tujuan Teori Belajar Konstruktivistik menurut Budiningsih
(2012)sebagai berikut.
1.
Adanya
motivasi untuk siswa, bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
2.
Mengembangkan
kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari pertanyaannya sendiri.
3.
Membantu
siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman secara lengkap.
4.
Mengembangkan
kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
Tokoh dalam Teori Belajar Konstruktivistik menurut Siregar (2010) adalah Jean Piaget, Vigotsky,
Jhon Dewey dan Von Graselfeld, dimana teorinya akan dipaparkan di bawah ini.
A. Jean
Piaget
Dikenal dengan nama
konstruktivistik kognitif (personal constructivism). Teori ini memiliki fokus
perhatian pada bangkitnya dan dimilikinya skema bagaimana seseorang mengenal
dunia dalam saat "tingkatan-tingkatan perkembangan", ketika anak-anak
menerima cara baru bagaimana secara mental merepresentasikan informasi.
Pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, melainkan melalui
tindakan.
Ada empat konsep dasar yang diperkenalkan
oleh Piaget, yaitu:
1.
Schemata adalah suatu struktur kognitif yang slalu berkembang dan
berubah, karena proses asimiliasi dan proses akomodasi aktif serta dinamis.
2.
Asimilasi adalah proses penyesuian informasi yang akan diterima
sehingga menjadi sesuatu yang dikenal oleh siswa
3.
Akomodasi adalah penempatan informasi yang sudah di ubah dalam
schemata yang sudah ada
4.
Equilibrium adalah sebuah proses adaptasi oleh individu
terhadap lingkungan individu, agar berusaha untuk mencapai struktural mental
atau schemata yang stabil atau seimbang antara asimilasi dan akomodasi.
B. Vigotsky
Teori Konstruktivisme
vigotsky berasumsi bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan
lingkungan sosial maupun fisik. Penemuan atau discovery dalam belajar lebih
mudah diperoleh dalam konteks sosial budaya seseorang. Siswa mempunyai dua
tingkat perkembangan,perkembangan aktual dan potensial. Tingkat perkembangan
aktual yang tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas
atau memecahkan berbagai masalah secara mandiri. Sedangkan Tingkat perkembangan
potensial tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas dan
memecahkan masalah ketika dibawah bimbingan orang dewasa atau ketika
berkolaborasi dengan teman sebaya yang lebih kompeten.
C. Jhon
Dewey dan Von Graselfeld
Bahwa pandangan
penganut konstruktivisme mengenai belajar meliputi serangkaian teori yang
membagi perespektif umum bahwa pengetahuan dikonstruksi oleh pembelajar bukan
ditransfer ke pembelajar.
Proses
teori Belajar Konstruktivistik
1. Peranan Siswa (si Belajar)
Menurut pandangan
konstruktivistik, belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan.
Pembentukan ini harus dilakukan oleh seorang yang belajar. Ia harus aktif
melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang
hal-hal yang sedang dipelajari. Guru memang harus mengambil prakarsa untuk
menata lingkungan yang memberi peluang optimal bagi terjadinya belajar. Namun
yang akhirnya paling menentukan terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar
siswa sendiri. Dengan istilah lain, dapat dikatakan bahwa hakekatnya kendali
belajar sepenuhnya ada pada siswa.
2. Peranan Guru
Dengan belajar
konstruktivistik guru atau pendidik berperan membantu agar proses
pengkonstruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancar. Guru hanya membentuk
pengetahuannya sendiri. Guru dituntun lebih memahami jalan pikiran atau cara
pandang siswa dalam belajar. Guru tidak dapat mengklaim bahwa satu-satunya cara
yang tepat adalah yang sama dan sesuai dengan kemauannya.
Peranan kunci guru
dalam pendidikan adalah pengendalian yang meliputi:
a.
Menumbuhkan
kemandirian dengan menyediakan kesempatan untuk mengambil keputusan dan
bertindak.
b.
Menumbuhkan
kemampuan mengambil keputusan dan bertindak dengan meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan siswa.
c.
Menyediakan
sistem dukungan yang memberi kemudahan belajar agar siswa mempunyai peluang
optimal untuk berlatih.
Evaluasi belajar Pandangan konstruktivistik mengemukakan bahwa lingkungan belajar sangat
mendukung munculnya berbagai pandangan dan interpretasi terhadap realitas,
konstruksi pengetahuan, serta aktivitas-aktivitas lain yang didasarkan pada
pengalaman. Hal ini memunculkan pemikiran terhadap usaha mengevaluasi belajar
konstruktivistik. Ada perbedaan penerapan evaluasi belajar antara pandangan
behavioristik (tradisional) yang obyektifis konstruktivistik. Pembelajaran yang
diprogramkan dan didesain banyak mengacu pada obyektifis, sedangkan Piagetian
dan tugas-tugas belajar discovery lebih mengarah pada konstruktivistik.
Obyektifis mengakui adanya reliabilitas pengetahuan, bahwa pengetahuan adalah
obyektif, pasti, dan tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan
rapi. Guru bertugas untuk menyampaikan pengetahuan tersebut. Realitas dunia dan
strukturnya dapat dianalisis dan diuraikan, dan pemahaman seseorang akan
dihasilkan oleh proses-proses eksternal dari struktur dunia nyata tersebut,
sehingga belajar merupakan asimilasi objek-objek nyata. Tujuan para perancang
dan guru-guru tradisional adalah menginterpretasikan kejadian-kejadian nyata
yang akan diberikan kepada para siswanya (Siregar, 2010).
Evaluasinya belajar
pandangan behavioristik tradisional lebih diarahkan pada tujuan belajar.
Sedangkan pandangan konstruktivistik menggunakan goal-free evaluation, yaitu
suatu konstruksi untuk mengatasi kelemahan evaluasi pada tujuan spesifik.
Evaluasi akan lebih obyektif jika evaluator tidak diberi informasi tentang
tujuan selanjutnya. Jika tujuan belajar diketahui sebelum proses belajar
dimulai, proses belajar dan evaluasinya akan berat sebelah. Pemberian kriteria
pada evaluasi mengakibatkan pengaturan pada pembelajaran. Tujuan belajar
mengarahkan pembelajaran yang juga akan mengontrol aktifitas belajar siswa Budiningsih
(2012).
Model
Pembelajaran Konstruktivisme menurut (Rusman, 2012).
Fase Eksplorasi
ü Diperlihatkan tanah berisi cacing dan diajukan
pertanyaan: “Apa yang kau ketahui tentang cacing
tanah?”.
ü Semua jawaban siswa ditampung (ditulis dipapan
tulis jika perlu).
ü Siswa diberi kesempatan untuk memeriksa keadaan
yang sesungguhnya, dan diberi kesempatan untuk merumuskan hal-hal yang tidak
sesuai dengan jawaban mereka semula.
Fase Klarifikasi
·
Guru memperkealkan
macam-macam cacing dan spesifikasinya.
·
Siswa merumuskan
kembali pengetahuan mereka tentang cacing tanah.
·
Guru memberikan
masalah berupa pemilihan cacing yang cocok untuk dikembangbiakkan.
·
Siswa
mendiskusikannya secara berkelompok dan merencanakan penyelidikan.
·
Secara berkelompok siswa melakukan
penyelidikan untuk menguji rencananya.
·
Siswa mencari
tambahan rujukan tentang manfaat cacing tanah dulu dan sekarang.
Fase Aplikasi
ü Secara berkelompok siswa melaporkan hasilnya,
dilanjutkan dengan penyajian oleh wakil kelompok dalam diskusi kelas.
ü Secara bersama-sama siswa merumuskan rekomendasi
untuk para pemula yang ingin ber-“ternak cacing” tanah.
ü Secara perorangan siswa membuat tulisan tentang
perkehidupan jenis cacing tanah tertentu sesuai hasil pengamatannya
Peranan
(Implementasi) Teori Konstruktivisme di Kelas menurut (Rusman, 2012)
1. Mendorong kemandirian
dan inisiatif siswa dalam belajar
Dengan menghargai gagasan-gagasan atau pemikiran
siswa serta mendorong siswa berpikir mandiri, berarti guru membantu siswa
menemukan identitas intelektual mereka. Para siswa yang merumuskan
pertanyaan-pertanyaan dan kemudian menganalisis serta menjawabnya berarti telah
mengembangkan tanggung jawab terhadap proses belajar mereka sendiri serta
menjadi pemecah masalah (problem solver).
2. Guru mengajukan
pertanyaan terbuka dan memberikan kesempatan beberapa waktu kepada siswa untuk
merespon
Berfikir reflektif memerlukan waktu yang cukup dan
seringkali atas dasar gagasan-gagasan dan komentar orang lain. Cara-cara guru
mengajukan pertanyaan dan cara siswa merespon atau menjawabnya akan mendorong
siswa mampu membangun keberhasilan dalam melakukan penyelidikan.
3. Mendorong siswa
berpikir tingkat tinggi
Guru yang menerapkan proses pembelajaran
konstruktivisme akan menantang para siswa untuk mampu menjangkau hal-hal yang
berada di balik respon-respon faktual yang sederhana. Guru mendorong siswa
untuk menghubungkan dan merangkum konsep-konsep melalui analisis, prediksi,
justifikasi, dan mempertahankan gagasan-gagasan atau pemikirannya.
4. Siswa terlibat secara
aktif dalam dialog atau diskusi dengan guru dan siswa lainnya
Dialog dan diskusi yang merupakan interaksi sosial
dalam kelas yang bersifat intensif sangat membantu siswa untuk mampu mengubah
atau menguatkan gagasan-gagasannya. Jika mereka memiliki kesempatan untuk
megemukakan apa yang mereka pikirkan dan mendengarkan gagasan-gagasan orang
lain, maka mereka akan mampu membangun pengetahuannya sendiri yang didasarkan
atas pemahaman mereka sendiri. Jika mereka merasa aman dan nyaman untuk
mengemukakan gagasannya maka dialog yang sangat bermakna akan terjadi di kelas.
5. Siswa terlibat dalam
pengalaman yang menantang dan mendorong terjadinya diskusi
Jika diberi kesempatan untuk membuat berbagai macam
prediksi, seringkali siswa menghasilkan berbagai hipotesis tentang fenomena
alam ini. Guru yang menerapkan konstruktivisme dalam belajar memberikan
kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk menguji hipotesis yang mereka
buat, terutama melalui diskusi kelompok dan pengalaman nyata.
6. Guru memberika data
mentah, sumber-sumber utama, dan materi-materi interaktif
Proses pembelajaran yang menerapkan pendekatan
konstruktivisme melibatkan para siswa dalam mengamati dan menganalisis fenomena
alam dalam dunia nyata. Kemudian guru membantu para siswa untuk menghasilkan
abstraksi atau pemikiran-pemikiran tentang fenomena-fenomena alam tersebut
secara bersama-sama.
DAFTAR
RUJUKAN
Budiningsih,
Asri. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Ratnawilis, dahar. 2006. teori-teori belajar dan
pembelajaran. Bandung: Erlangga
Rusman, 2012. Model-Model
Pada Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru Edisi 2. Jakarta: Rajawali Press
Siregar,
E., & Nara, H. 2010. Teori Belajar
dan Pembelajaran. Bogor: Ghalia Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar