Senin, 27 Februari 2017

Teori Belajar Sibernetik Dan Penerapannya Dalam Pembelajaran


Teori Belajar Sibernetik Dan Penerapannya Dalam Pembelajaran
Teori Sibernetik ini berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan ilmu informasi. Menurut teori sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi.Hakekat manajemen pembelajaran berdasarkan teori belajar sibernetik adalah usaha guru untuk membantu siswa mencapai tujuan belajarnya secara efektif dengan cara memfungsikan unsur-unsur kognisi siswa, terutama unsur pikiran untuk memahami stimulus dari luar melalui proses pengolahan informasi. Asumsi lain dari teori sibernetik adalah bahwa tidak ada satu proses belajarpun yang ideal untuk segala situasi, dan yang cocok untuk semua siswa. Sebab cara belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi. Sebuah informasi mungkin akan dipelajari oleh seorang siswa dengan satu macam proses belajar, dan informasi yang sama mungkin akan dipelajari siswa lain melalui proses belajar yang berbeda (Budiningsih, 2005).
Teori ini mempunyai kesamaan dengan teori kognitif yaitu mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar. Proses belajar memang penting dalam teori sibernetik, namun yang lebih utama lagi adalah sistem informasi yang akan dipelajari siswa. Teori sibernetik diimplementasikan dalam beberapa pendekatan pengajaran (teaching approach) dan metode pembelajaran, yang sudah banyak diterapkan di Indonesia. Misalnya virtual learning, e-learning, dll.
Teori Belajar Menurut Beberapa Tokoh Aliran Sibernetik.
Menurut Hamzah (2006) tokoh-tokoh aliran teori belajar Sibernetik sebagai berikut.
A.  Teori Belajar Menurut Landa
Menurut Landa, ada dua macam proses berfikir, di antaranya
1.    Proses berpikir algoritmik, yaitu proses berpikir sistematis, tahap demi tahap, linear, konvergen, lurus menuju kesatu target tujuan tertentu.
Contoh: kegiatan menelepon, menjalankan mesin mobil, dan lain-lain.
2.    Cara berpikir heuristik, yaitu cara berpikir devergen, menuju beberapa target tujuan sekaligus. Memahami suatu konsep yang mengandung arti ganda dan penafsiran biasanya menuntut seseorang untuk menggunakan cara berpikir heuristik.
Contoh : Operasi pemilihan atribut geonetri, penemuan cara-cara pemecahan masalah, dan lan-lain.
Proses belajar akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran yang hendak dipelajari atau masalah yang hendak dipecahkan (dalam istilah teori sibernetik adalah sistem informasi yang hendak dipelajari) diketahui ciri-cirinya. Materi pelajaran tertentu akan lebih tepat disajikan dalam urutan yang teratur, linier, sekuensial, sedangkan materi pelajaran lainnya akan lebih tepat bila disajikan dalam bentuk “terbuka” dan memberi kebebasan kepada siswa untuk berimajinasi dan berpikir. Misalnya, agar siswa mampu memahami suatu rumus matematika, mungkin akan lebih efektif jika presentasi informasi tentang rumus tersebut disajikan secara algoritmik. Alasannya, karena suatu rumus matematika biasanya mengikuti urutan tahap demi tahap yang sudah teratur dan mengarah ke satu target tertentu. Namun untuk memahami makna suatu konsep yang lebih luas dan banyak mengandung interpretasi, misalnya konsep keadilan atau demokrasi, akan lebih baik jika proses berpikir siswa dibimbing ke arah yang “menyabar” atau berpikir heuristik, dengan harapan pemahaman mereka terhadap konsep itu tidak tunggal, motonon, dogmatik, atau linier (Suherman, 2003).
B.  Teori Belajar Menurut Pask dan Scott
Menurut Pask dan Scott, ada dua macam cara berpikir yaitu cara berpikir serialis dan cara berpikir wholist atau menyeleruh. Pendekatan serialis yang dikemukakannya memiliki kesamaan dengan pendekatan algoritmik. Sedangkan cara berpikir menyeluruh (wholist) adalah berpikir yang cenderung melompat ke depan, langsung ke gambaran lengkap sebuah sistem informasi.
a. Siswa tipe wholist atau menyeluruh cenderung mempelajari sesuatu dari tahap yang paling umum kemudian bergerak ke yang lebih khusus.
b. Sedangkan siswa tipe serialist cenderung berpikir secara algoritmik.
Teori sibernetik sebagai teori belajar dikritik karena lebih menekankan pada sistem informasi yang akan dipelajari, sedangkan bagaimana proses belajar berlangsung dalam diri individu sangat ditentukan oleh sistem informasi yang dipelajari teori ini memandang manusia sebagai pengolahan informasi, pemikir, dan pencipta. Sehingga diasumsikan manusia mampu mengolah, menyimpan, dan mengorganisasikan informasi.
Asumsi di atas direfleksikan ke dalam suatu model belajar dan pembelajaran. Model tersebut menggambarkan proses mental dalam belajar yang secara tersetrukur membentuk suatu; sistem kegiatan mental. Dari model ini dikembangkan prinsip-prinsip belajar seperti:
a. Proses dalam belajar terfokus pada pengetahuan yang bermakna.
b. Proses mental tersebut mampu menyandi informasi secara bermakna.
c. Proses mental bermuara pada pengorganisasian dan pengaktualisasian informasi.
Implementasi Teori Sibernetik dalam Kegiatan Pembelajaran
Dalam implementasinya, teori belajar sibernetik telah dikembangkan oleh beberapa tokoh, diantaranya adalah pendekatan-pendekatan yang berorientasi pada pemrosesan informasi yang dikembangkan oleh Gagne dan Berline, Biehler, Snowman, Baine, dan Tennyson (Budiningsih, 2005).
Teori pemrosesan informasi umumnya berpijak pada tiga asumsi, yaitu:
a. Bahwa antara stimulus dan respon berpijak pada tiga asumsi, yaitu: Pemrosesan informasi dimana pada masing-masing tahapan dibutuhkan sejumlah waktu tertentu.
b. Stimulus yang diproses melalui tahap-tahapan tadi akan mengalami perubahan bentuk ataupun isinya.
c.  Salah satu dari tahapan mempunyai kapasitas yang terbatas.
Dari ketiga asumsi tersebut, dikembangkan teori tentang komponen. Komponen struktur dan pengatur alur pemrosesan informasi (proses kontrol). Komponen-komponen pemrosesan informasi dipilih berdasarkan perbedaan fungsi, kapasitas bentuk informasi, serta proses terjadinya “lupa” dan Ketiga komponen tesebut adalah:
1.    Sensory Recoptor (SR)
Sensory Recptor (SR) merupakan sel tempat pertama kali informasi diterima dari luar. Di dalam SR informasi ditangkap dalam bentuk aslinya, bertahan dalam waktu sangat singkat, dan informasi tadi mudah terganggu atau berganti.
2.    Warking Memory (WM)
Working Memory (WM) diasumsikan mampu menangkap informasi yang diberi perhatian oleh individu. Karakteristik WM adalah memiliki kapasitas terbatas (informasi hanya mampu bertahan kurang lebih 15 detik tanpa pengulangan) dan informasi dapat disandi dalam bentuk yang berbeda dari stimulus aslinya. Artinya agar informasi dapat bertahan dalam WM, upayakan jumlah informasi tidak melebihi kapasitas disamping melakukan pengulangan.
3.    Long Term Memory (LTM)
Dalam Long Term Memory (LTM) diasumsikan :
1)  Berisi semua pengetahuan yang telah dimiliki individu
2)  Mempunyai kapasitas tidak terbatas
3)  Sekali informasi disimpan di dalam LTM, ia tidak akan pernah terhapus atau hilang.
Persoalan lupa pada tahapan ini disebabkan oleh kesulitan atau kegagalan memunculkan kembali informasi yang diperlukan. Sejalan dengan teori pemrosesan informasi, Asubel (1968) mengemukakan bahwa perolehan pengetahuan baru merupakan fungsi struktur kognitif yang telah dimiliki individu.
Proses pengelolaan informasi dalam ingatan dimulai dari proses penyandian informasi (encoding), diikuti dengan penyimpanan informasi (stroge), dan diakhiri dengan mengungkapkan kembali informasi-informasi yang telah disimpan dalam ingatan (retrival). Teori belajar pemrosesan informasi mendeskripsikan tindakan belajar merupakan proses internal yang mencakup beberapa tahapan.

Kondisi internal peserta didik yang mempengaruhi proses belajar melalui proses pengolahan informasi, dan yang sangat penting untuk diperhatikan oleh seorang guru dalam mengelola pembelajaran antara lain:
1.      Kemampuan awal peserta didik
Kemampuan awal peserta didik yaitu peserta didik telah memiliki pengetahuan, atau keterampilan yang merupakan prasyarat sebelum mengikuti pembelajaran. Dengan adanya kemampuan prasyarat ini peserta didik diharapkan mampu mengikuti proses pembelajaran dengan baik. Kemampuan awal peserta didik dapat diukur melalui tes awal, interview, atau cara-cara lain yang cukup sederhana seperti melontarkan pertanyaan-pertanyaan.
2.      Motivasi
Motivasi berperan sebagai tenaga pendorong yang menyebabkan adanya tingkah laku ke arah tujuan tertentu. Dalam proses belajar, motivasi intrinsik lebih menguntungkan karena dapat bertahan lebih lama. Kebutuhan untuk berprestasi yang bersifat intrinsik cenderung relatif stabil, mereka ini berorientasi pada tugas-tugas belajar yang memberikan tantangan. Pendidik yang dapat mengetahui kebutuhan peserta didik untuk berprestasi dapat memanipulasi motivasi dengan memberikan tugas-tugas yang sesuai untuk peserta didik.
3.      Perhatian
Perhatian merupakan strategi kognitif untuk menerima dan memilih stimulus yang relevan untuk diproses lebih lanjut diantara sekian banyak stimulus yang datang dari luar. Perhatian dapat membuat peserta didik mengarahkan diri ketugas yang diberikan, melihat masalah-masalah yang akan diberikan, memilih dan memberikan fokus pada masalah yang akan diselesaikan, dan mengabaikan hal-hal lain yang tidak relevan. Faktor-faktor yang mempengaruhi perhatian seseorang adalah faktor internal yang mencakup: minat, kelelahan, dan karakteristik pribadi. Sedangkan faktor eksternal mencakup: intensitas stimulus, stimulus yang baru, keragaman stimulus, warna, gerak dan penyajian stimulus secara berkala dan berulang-ulang.
4.      Persepsi
Persepsi merupakan proses yang bersifat kompleks yang menyebabkan orang dapat menerima atau meringkas informasi yang diperoleh dari lingkungannya. Persepsi sebagai tingkat awal struktur kognitif seseorang. Untuk membentuk persepsi yang akurat mengenai stimulus yang diterima serta mengembangkannya menjadi suatu kebiasaan perlu adanya latihan-latihan dalam bentuk berbagai situasi. Persepsi seseorang menjadi lebih mantap dengan meningkatnya pengalaman.
5.      Ingatan
Ingatan adalah suatu sistem aktif yang menerima, menyimpan, dan mengeluarkan kembali yang telah diterima seseorang. Ingatan sangat selektif, yang terdiri dari tiga tahap, yaitu ingatan sensorik, ingatan jangka pendek, dan ingatan jangka panjang yang relatif permanen. Penyimpanan informasi dalam jangka panjang dilakukan dalam berbagai bentuk, yaitu melalui kejadian-kejadian khusus (episodic), gambaran (image), atau yang berbentuk verbal bersifat abstrak. Daya ingat sangat menentukan hasil belajar yang diperoleh peserta didik.
6.      Lupa
Lupa merupakan hilangnya informasi yang telah disimpan dalam ingatan jangka panjang. Seseorang dapat melupakan informasi yang telah diperoleh karena memang tidak ada informasi yang menarik perhatian, kurang adanya pengulangan atau tidak ada pengelompokan informasi yang diperoleh, mengalami kesulitan dalam mencari kembali informasi yang telah disimpan, ingatan telah aus dimakan waktu atau rusak, ingatan tidak pernah dipakai, materi tidak dipelajari sampai benar-benar dikuasai, adanya gangguan dalam bentuk informasi lain yang menghambatnya untuk mengingat kembali.
7.      Retensi
Retensi adalah apa yang tertinggal dan dapat diingat kembali setelah seseorang mempelajari sesuatu, jadi kebalikan lupa. Apabila seseorang belajar, setelah beberapa waktu apa yang dipelajarinya akan banyak dilupakan, dan apa yang diingatnya akan berkurang jumlahnya. Ada tiga faktor yang mempengaruhi retensi, yaitu: materi yang dipelajari pada permulaan (original learning), belajar melebihi penguasaan (over learning), dan pengulangan dengan interval waktu (spaced review).
8.      Transfer
Transfer merupakan suatu proses yang telah pernah dipelajari, dapat mempengaruhi proses dalam mempelajari materi yang baru. Transfer belajar atau transfer latihan berarti aplikasi atau pemindahan pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, sikap, atau respon-respon lain dari satu situasi kesituasi lain.
Kondisi eksternal yang sangat berpangaruh terhadap proses belajar dengan proses pengolahan informasi antara lain:
1.      Kondisi belajar
Kondisi belajar dapat menyebabkan adanya modifikasi tingkah laku yang dapat dilihat sebagai akibat dari adanya proses belajar. Cara yang ditempuh pendidik untuk mengelola pembelajaran sangat bervariasi tergantung pada kondisi belajar yang diharapkan. Gagne (dalam Budiningsih, 2008: 89) mengklasifikasikan ada lima macam hasil belajar, yakni: (a) keterampilan intelektual, atau pengetahuan prosedural yang mencakup belajar diskriminasi, konsep, prinsip, dan pemecahan masalah yang diperoleh melalui materi yang disajikan dalam pembelajaran di kelas. (b) strategi kognitif, kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah baru dengan jalan mengatur proses internal masing-masing individu dalam memperhatikan belajar, mengingat, dan berfikir. (c) informasi verbal, kemampuan untuk mendeskripsikan sesuatu dengan kata-kata dengan jalan mengatur informasi-informasi yang relevan. (d) keterampilan motorik, kemampuan untuk melaksanakan dan mengkoordinasikan gerakan-gerakan yang berhubungan dengan otot. (e) sikap, suatu kemampuan internal yang mempengaruhi perilaku seseorang, dan didasari oleh emosi, kepercayaan, serta faktor intelektual.
2.      Tujuan belajar
Tujuan belajar merupakan komponen sistem pembelajaran yang sangat penting, sebab komponen-komponen lain dalam pembelajaran harus bertolak dari tujuan belajar yang hendak dicapai dalam proses belajarnya. Tujuan belajar yang dinyatakan secara spesifik dapat mengarahkan proses belajar, dapat mengukur tingkat ketercapaian tujuan belajar, dan dapat meningkatkan motivasi belajar.
3.      Pemberian umpan balik
Pemberian umpan balik merupakan suatu hal yang sangat penting bagi peserta didik, karena memberikan informasi tentang keberhasilan, kegagalan, dan tingkat kompetensinya.
Tahapan dalam peristiwa pembelajaran sebagai cara-cara eksternal yang berpotensi mendukung proses-proses internal dalam kegiatan belajar adalah :
1.    Menarik perhatian
2.    Memberitahukan tujuan pembelajaran kepada siswa
3.    Merangsang ingatan pada pra syarat belajar
4.    Menyajikan bahan rangsanyan
5.    Memberikan bimbingan belajar
6.    Mendorong unjuk kerja
7.    Memberikan balikan informative
8.    Menilai unjuk kerja
9.    Meningkatkan retensi dan alih belajar
Keunggulan strategi pembelajaran yang berpijak pada teori pemrosesan informasi, antara lain :.
1.    Cara berpikir yang berorientasi pada prses lebih menonjol
2.    Penyajian pengetahuan memenuhi aspek ekonomis
3.    Kapabilitas belajar dapat disajikan lebih lengkap
4.    Adanya keterarahan seluruh kegiatan belajar kepada tujuan yang ingin dicapai
5.    Adanya transfer belajar pada lingkungan kehidupan yang sesungguhnya
6.    Kontrol belajar memungkinkan belajar sesuai irama masing-masing individu
7.   Balikan informatif memberikan rambu-rambu yang jelas tentang tingkat unjuk kerja yang telah dicapai dibandingkan dengan unjuk kerja yang diharapkan.
Menurut Budiningsih (2005) aplikasi teori belajar sibernetik dalam kegiatan pembelajaran baik diterapkan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1.      Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran.
2.      Menentukan materi pembelajaran.
3.      Mengkaji sistem informasi yang terkandung dalam materi pelajaran.
4.      Menentukan pendekatan belajar yang sesuai dengan sistem informasi tersebut.
5.      Menyusun materi pelajaran dalam urutan yang sesuai dengan sistem informasinya.
6.   Menyajikan materi dan membimbing siswa belajar dengan pola yang sesuai dengan urutan materi pelajaran.
Kelebihan dan Kekurangan Teori Sibernetik dalam Kegiatan Pembelajaran (Hamzah, 2006)
a.        Keunggulan
1)        Setiap orang bisa memilih model pembelajaran yang paling sesuai dengan untuk dirinya, dengan mengakses melalui internet pembelajaran serta modulnya dari berbagai penjuru dunia.
2)        Pembelajaran bisa disajikan dengan menarik, interaktif dan komunikatif. Dengan animasi-animasi multimedia dan interferensi audio, siswa tidak akan bosan duduk berjam-jam mempelajari modul yang disajikan.
3)        Menganggap dunia sebagai sebuah 'global village', dimana masyarakatnya bisa saling mengenal satu sama lain, bisa saling berkomunikai dengan mudah, dan pembelajaran bisa dilakukan dimana saja tanpa dibatasi ruang dan waktu, sepanjang sarana pembelajaran mendukung.
4)        Buku-buku materi ajar atau sumber pembelajaran lainnya bisa diperoleh secara autentik (sesuai aslinya), cepat dan murah.
5)        Ketika bertanya atau merespon pertanyaan guru atau instruktur, secara psikologis siswa akan lebih berani mengungkapkanya, karena siswa tidak akan merasa takut salah dan menanggung akibat dari kesalahannya secara langsung.
b.        Kekurangan
1). Teori aliran ini tidak secara langsung membahas tentang proses belajar sehingga menyulitkan dalam penerapan.
2). Ulasan teori ini cenderung ke dunia psikologi dan informasi dengan mencoba melihat mekanisme kerja otak. .
DAFTAR RUJUKAN
Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta
Hamzah B. Uno. 2006.Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta:Bumi Aksara

Suherman, Erman, dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Kontemporer. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia

Refleksi, 27 Februari 217

            

        Pertemuan matakuliah Belajar dan Pembelajaran hari Senin, 27 Februari 2017 telah mempelajari mengenai teori humanisme dan penerapannya dalam pembelajaran. Ilmu yang saya peroleh adalah sebagai berikut.
·      Humanisme, lebih melihat kepribadian dari seseorang terutama peserta didik.
·      Membangun hal-hal yang positif
·      Teori belajar humanistik, dapat dimanfatkan dengan tujuan memanussiakan manusia, maksudnya peserta didik mampu mengedepankan potensi dirinya. Teori ini juga menekankan perlunya sikap saling menghargai dan tanpa prasangka (antara klien dan terapist) dalam membantu individu mengatasi masalah-masalah kehidupannya
·      Tertuju pada suatu bentuk tiap individu yang dihubungkan dengan pengalaman
·      Indikator keberhasilan, adanya perasaan puas dengan adanya perubahan baik dari dirinya sendiri.
·       Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para peserta didik sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan peserta didik. 
·       Peserta didik berperan sebagai pelaku utama (stundent center)yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan peserta didik memahami potensi diri, mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif. B
Berikut ini adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas fasilitator, yaitu:
1. Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas
2. Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
3. Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing peserta didik untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
4. Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para peserta didik untuk membantu mencapai tujuan mereka.
5. Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
6. Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat berperanan sebagai seorang peserta didik yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti peserta didik yang lain.
7. Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untukmenganali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri. 

Dari pertemuan hari ini saya dapat belajar dan memahami seorang guru dalam memberikan ilmu, mengembangkan pola pikir peserta didik dan lain-lain. saya juga mendapatkan ilmu, ketika menjadi guru harus mampu membangun hal-hal yang positif .

Minggu, 26 Februari 2017

Teori Belajar Humanistik/Sosial dan Penerapannya dalam Pembelajaran


Nama   : Anis Suhartatik
NIM    : 150341600910
Off      : B
Teori Belajar Humanistik/Sosial dan Penerapannya dalam Pembelajaran
         Belajar merupakan suatu proses yang aktif, dimana dari proses tersebut telah didapatkan hasil belajar berupa perubahan pengetahuan, sikap, maupun tingkah laku. Banyak teori yang menyinggung tentang belajar, seperti teori behavioristik, teori kognitif, teori konstruktiv, dan teori humanistik. Pada kajian kali ini akan membahas mengenai teori BELAJAR HUMANISTIK dan penerapannya dalam pembelajaran. 
Teori belajar humanistik merupaka suatu teori dalam pembelajaran yang mengedepankan bagaimana memanusiakan manusia serta peserta didik mampu mengedepankan potensi dirinya. Teori ini juga menekankan perlunya sikap saling menghargai dan tanpa prasangka (antara klien dan terapist) dalam membantu individu mengatasi masalah-masalah kehidupannya   Oleh sebab itu, teori belajar humanistik sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati bidang kajian filsafat, teori kepribadian, dan psikoterapi, dari pada bidang kajian kajian psikologi belajar (Ahmadi, 2007).
A. Pandangan tokoh-tokoh Humanisme terhadapat belajar
        Pandangan tokoh-tokoh Humanisme menurut Budiningsih (2005) sebagai berikut.
1. David A.Kolb
      Dalam teori belajar, David Kolb lebih melihat pada sudut pandang perkembangan manusia dengan melihat kejadian-kejadian, yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif.  David A. Kolb dikenal dengan teori gaya belajar dan belajar pengalaman.Menurut Kolb, belajar pengalaman merupakan proses belajar dimana pengetahuan hasil dari kombinasi yang berbeda dari menangkap dan mentransformasikan pengalaman. Peserta didik dapat memahami pengalaman melalui pengalaman konkret dan diubah akhir menjadi eksperimentasi aktif.
        Kolb seorang ahli penganut aliran humanistik membagi tahap-tahap belajar menjadi 4, yaitu :
a. Tahap pengalaman kongkret
       Pada tahap paling awal dalam peristiwa belajar adalah seseorang mampu atau dapat mengalami suatu peristiwa atau suatu kejadian sebagaimana adanya. Ia dapat melihat dan merasakannya, dapat menceritrakan peristiwa tersebut sesuai dengan apa yang dialaminya. Namun dia belum memiliki kesadaran tentang hakikat dari peristiwa tersebut. Ia hanya dapat merasakan kejadian tersebut apa adanya, dan belum dapat memahami serta menjelaskan bagaimana peristiwa itu terjadi. Ia juga belum dapat memahami mengapa peristiwa tersebut harus terjadi seperti itu. Kemampuan inilah yang terjadi dan dimiliki seseorang pada tahap paling awal dalam proses belajar.
b. Tahap pengalaman aktif dan reflektif
        Tahap kedua dalam peristiwa belajar adalah bahwa seseorang makin lama akan semakin mampu melakukan observasi secara aktifterhadap peristiwa yang dialaminya. Ia mulai berupaya untuk mencari jawaban dan memikirkan kejadian tersebut. Ia melakukan refleksi terhadap peristiwa yang dialaminya, dengan mengembangkan pertanyaan-pertanyaan bagaimana hal itu bisa terjadi, dan mengapa hal itu mesti terjadi dan dimiliki seseorang pada tahap ke dua dalam proses belajar.
c. Tahap konseptualisasi
      Tahap ke tiga dalam peristiwa belajar adalah seseorang sudah mulai berupaya untuk membuat abstraksi, mengembangkan suatu teori, konsep, atau hukum dan prosedur tentang sesuatu yang menjadi objek perhatiannya. Berfikir induktif banyak dilakukan untuk merumuskan suatu aturan umum atau generalisasi dari berbagai contoh peristiwa yang dialaminya. Walaupun kejadian-kejadian yang diamati tampak berbeda-beda, namun memiliki komponen-komponen yang sama yang dapat dijadikan dasar aturan bersama.
d. Tahap eksperimentasi aktif
      Tahap terakhir dari peristiwa belajar menurut Kolb adalah melakukan eksperimentasi secara aktif. Pada tahap ini seseorang seseorang sudah mampu mengaplikasikan konsep-konsep, teori-teori atau aturan-aturan ke dalam situasi nyata. Berfikir deduktif banyak digunakan untuk mempraktekkan dan menguji teori-teori serta konsep-konsep di lapangan. Ia tidak lagi mempertanyakan asal usul teori atau suatu rumus, tetapi ia mampu menggunakan teori atau rumus-rumus tersebut untuk memecahkan masalah yang dihadapinya, yang belum pernah ia jumpai sebelumnya.
2. Bloom dan Krathwohl
       Bloom dan Krathwohl adalah penganut aliran humanis yang lebih menekankan perhatiannya pada apa yang mesti dikuasai oleh peserta didik setelah melakukan peristiwa belajar. Dalam hal ini, Bloom dan Krathwohl menunjukkan apa yang mungkin dikuasai oleh siswa,yang tercakup dalam tiga kawasan :
a. Kawasan kognitif
   Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak, seperti pengetahuan dan keterampilan berpikir adalah termasuk dalam ranah kognitif. Dalam kawasan kognitif itu terdapat enam tingkatan proses berpikir peserta didik, mulai dari tingkat terendah sampai tingkat yang tertinggi, meliputi:

1) Pengetahuan (mengingat, menghafal)
2) Pemahaman (menginterpretasikan)
3) Aplikasi (menggunakan konsep untuk memecahkan masalah)
4) Sintesis (menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep utuh)
5) Evaluasi (membandingkan nilai-nilai, ide, dan metode)
b. Kawasan afektif
     Kawasan  ini  mencakup segala sesuatu yang terkait dengan emosi, misalnya perasaan, nilai, penghargaan, semangat, minat, motivasi, dan sikap. Tingkatan kawasan afektif, sebagai berikut:
1) Pengenalan (ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu)
2) Merespon (aktif berpartisipasi)
3) Penghargaan (menerima nilai-nilai)
4) Pengorganisasian (menghubung-hubungkan nilai-nilai yang dipercayainya)
5) Pengamalan (menjadikan nilai-nilai sebagian dari pola hidupnya)
c. Kawasan psikomotor
     Kawasan ini meliputi gerakan dan koordinasi jasmani, keterampilan motorik dan kemampuan fisik. Tingkatan kawasan psikomotor adalah sebagai berikut:
1) Peniruan (menirukan gerak)
2) Manipulasi (menggunakan konsep untuk melakukan gerak)
3) Ketepatan (melakukan gerak dengan benar)
4) Perangkaian (melakukan gerak sekaligus dengan benar)
5) Naturalisasi (melakukan gerak secara wajar)
3. Honey dan Mumford
    Berdasarkan teori Kolb ini,Honey dann Mumford membuat penggolongan siswa.Menurut mereka,ada 4 macam atau tipe siswa yakni :
a. Aktivis
    Ciri-ciri siswa yang bertipe aktivis adalah siswa suka melibatkan diri pada pengalaman-pengalaman baru,cenderung berpikiran terbuka,mudah diajak berdialog.Dalam proses belajar,mereka menyukai metode yang mampu mendorong seseorang menemukan hal-hal baru,seperti problem solving.Akan tetapi,mereka cepat merasa bosan dengan hal-hal yang memerlukan waktu lama dalam implementasi.
b. Reflektor
         Ciri-ciri siswa yang bertipe reflector adalah cenderung sangat berhati-hati mengambil langkah.
c. Teoris
       Ciri-ciri siswa yang bertipe teoris adalah sangat kritis,senang menganalisis,dan tidak menyukai pendapat atau penilaian yang sifatnya subjektif.
d. Pragmatis
       Ciri-ciri siswa yang bertipe pragmatis adalah menaruh perhatian besar pada aspek-aspek praktis dari segala hal.
4. Carl R. Rogers
     Belajar yang sebenarnya tidak dapat berlangsung apabila tidak ada keterlibatan intelektual maupun emosional peserta didik. Belajar dan pembelajaran lebih bersifat manusiawi, pribadi, dan penuh makna. Roger membedakan dua ciri belajar, yaitu: (1) belajar yang bermakna, yaitu belajar yang melibatkan aspek pikiran dan perasaan peserta didik. (2) belajar yang tidak bermakna, yaitu belajar yang  melibatkan aspek pikiran akan tetapi tidak melibatkan aspek perasaan peserta didik. Dengan demikian, peserta didik dapat belajar karena keinginan untuk mengetahui dunianya. Peserta didik memilih sesuatu untuk dipelajari, mengusahakan proses belajar dengan caranya sendiri, dan menilainya sendiri tentang apakah proses belajarnya berhasil.
       Menurut Roger, dalam teori humanisme pendidik berperan sebagai fasilitator yang berperan aktif dalam: (1) membantu menciptakan iklim kelas yang kondusif agar peserta didik bersikap positif terhadap belajar, (2) membantu peserta didik untuk memperjelas tujuan belajarnya dan memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk belajar, (3) membantu peserta didik untuk memanfaatkan dorongan dan cita-cita mereka sebagai kekuatan pendorong belajar, (4) menyediakan berbagai sumber belajar kepada peserta didik, dan (5) menerima pertanyaan dan pendapat, serta perasaan dari berbagai peserta didik sebagaimana adanya.
     Rogers menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip belajar humanisme yang penting, diantaranya adalah:
1) Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami
2) Belajar yang signifikan terjadi apabila subject matter dirasakan peserta didik mempunyai relevansi dengan maksud-maksudnya sendiri
3) Belajar yang menyangkut suatu perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri, diangggap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya
4) Tugas-tugas belajar yang mengancam diri adalah lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil
5) Apabila ancaman terhadap diri peserta didik rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar
6) Belajar yang bermakna diperoleh peserta didik dengan melakukannya
7) Belajar diperlancar bilamana peserta didik dilibatkan dalam proses belajar dan ikut bertanggung jawab terhadap proses belajar itu.
5. Maslow
       Menurut Abraham Maslow,individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hierarkis.Setiap individu mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berkembang,takut untuk mengambil keputusan,takut membahayakan apa yang sudah ia miliki.Individu juga memiliki dorongan untuk lebih maju kearah keutuhan,keunikan diri,berfungsinya semua kemampuan,kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri.
        Pembelajaran humanisme cenderung mendorong peserta didik untuk berpikir induktif,yakni dari contoh ke konsep,dari konkret ke abstrak,atau dari khusus ke umum.Teori ini mementingkan faktor pengalaman dan keterlibatan aktif peserta didik dalam proses belajar mengajar.Pembelajaran berdasarkan teori humanism ini cocok untuk diterapkan untuk pembentukan kepribadian,hati nurani,perubahan sikap,dan analisis terhadap fenomena social.
     Maslow mengansumsikan bahwa dalam diri manusia ada dua hal, yaitu (1) suatu usaha yang positif untuk berkembang, dan (2) kekuatan untuk melawan atau menolak hambatan untuk berkembang. Manusia mempunyai potensi untuk maju dan berkembang berarti manusia akan mengalami pematangan melalui lingkungan yang menunjang dan usaha aktif dari diri sendiri untuk merealisasikan potensinya. Manusia yang melakukan kekerasan pada dasarnya karena kodrat batinnya dibelokkan atau karena lingkungan yang salah.
B. Kelebihan dan Kekurangan  Teori Belajar Humanisme
Kelebihan dan Kekurangan  Teori Belajar Humanisme menurut Sani (2013) adalah sebagai berikut.
a. Kelebihan teori humanisme  adalah :
1. Teori ini cocok untuk diterapkan dalam materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial.
2. Individu itu cenderung mempunyai kemampuan / keinginan untuk berkembang dan percaya pada kodrat biologis dan ciri lingkungan
3. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri.
4. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggung jawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan, norma, disiplin atau etika yang berlaku.
5. Aliran humanisme tidak menyetujui sifat pesimisme, dalam aliran humanisme individu itu memiliki sifat yang optimistic
6. Teori Humanistik sangat membantu para pendidik dalam memahami arah belajar pada dimensi yang lebih luas, sehingga upaya pembelajaran apapun dan pada konteks manapun akan selalu diarahkan dan dilakukan untuk mencapai tujuannya(Dr.C.Asri Budi Ningsih,2005:76).
7. Ide-ide, konsep-konsep, taksonomi-taksonomi tujuan yang dirumuskan dapat membantu para pendidik dan guru untuk memahami hakikat kejiwaan manusia.
b. Kekurangan teori humanisme  adalah :
1. Siswa yang tidak mau memahami potensi dirinya akan ketinggalan dalam proses belajar.
2. Terlalu memberi kebebasan pada siswa.
3. Teori humanisme terlalu optimistik secara naif dan gagal untuk memberikan pendekatan pada sisi buruk dari sifat alamiah manusia
4. Teori humanisme, seperti halnya teori psikodinamik, tidak bisa diuji dengan mudah
5. Banyak konsep dalam psikologi humanisme, seperti misalnya orang yang telah berhasil mengaktualisasikan dirinya, ini masih buram dan subjektif
6. Teori ini dianggap lebih dekat dengan dunia filsafat daripada dunia pendidikan(Dr.C.Asri Budi Ningsih,2005:76).
7. Aplikasi teori humanisme dalam pembelajaran, guru lebih mengarahkan siswa untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar.
C. Implikasi Teori Belajar Humanistik Dalam Pembelajaran
     Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para peserta didik sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan peserta didik. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada peserta didik dan mendampingi peserta didik untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
       Peserta didik berperan sebagai pelaku utama (stundent center)yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan peserta didik memahami potensi diri, mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif. Berikut ini adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas fasilitator, yaitu:
1. Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas
2. Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
3. Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing peserta didik untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
4. Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para peserta didik untuk membantu mencapai tujuan mereka.
5. Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
6. Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat berperanan sebagai seorang peserta didik yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti peserta didik yang lain.
7. Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untukmenganali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri. 
Daftar Pustaka
Ahmadi, Abu. 2007. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Budiningsih, 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Sani,Ridwan Abdullah.2013.Inovasi Pembelajaran.Jakarta;Bumi Aksara

Refleksi Diri ke-7 (Rabu, 22 Februari 2017)

Nama   : Anis Suhartatik
NIM    : 150341600910
Off      : B
            Perkuliahan Belajar dan Pembelajaran pada Rabu, 22 Februari 2017 merivew pemahaman tentang ktiga teori belajara (behavioristik, kognitif, dan konstruktivistik). Sebelum membahas mengenai tiga teori belajar tersebut, telah dibahas mengenai kesimpulan.  Menyimpulkan adalah mengambil hal-hal yang penting kemudian dikaitkan dengan materi yang akan dating dan di dalam kesimpulan ada implikasinya. Di dalam sebuah makalah, artikel, setelah kesimpulan pastinya terdapat saran. Saran adalah implikasi kedepannya, seperti biasanya dimana ada kesimpula pastilah ada penutup.
           Di dalam teori kognitif ada asimilasi kemudian akomodasi, dimana Asimilasi merupakan proses penyatuan (pengintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak siswa, sedangkan akomodasi yaitu penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Proses asimilasi pada anak-anak lebih gambang, karena jika orang tua menganggap hal-hal yang ditemui langsung percaya bahwa hal tersebut sudah benar.
           Perbedaan antara pandangan Vigotsky dengan dan Jean Piaget adalah Vigotsky ngedepankan interaksi social, sedangkan Jean Piaget menggunakan kooperatif learning. Piaget, perkembangan mental sejalan dengan perkembangan fisik Pentingnya intraksi dapat menambah ilmu. Perbedaan penghargaan dengan hadiah, hadiah diberi secara Cuma-Cuma, bia berupa hal-hal yang tidak brkaitan langsung dari proses belajar. Penggargaan merupakan sesuat yan diperoleh dari proses belajar. Yang namanya penghargaan harus diekspost. Harus membuat target, di dalam target ada kontennya cara untuk mendapatkan target tersebut.
          Prinsipnya orang belajar itu membangun pemahaman. Jika belajar skema pikirannya harus tumbuh, mengetahui cara mengeceknya bukan ditanya tetapi menghasilkan prodek dari hasil belajar tersebut.

refleksi ke-6 (Senin, 20 Februari 2017)


Nama   : Anis Suhartatik
NIM    : 150341600910
Off      : B
            Setelah saya mengikuti pertemuan mata kuliah hari Senin 20 Februari 2017 yang membahas mengenati teori Konstruktivisme dan Penerapannya dalam Pembelajaran, saya mendapatkan tambahan ilmu disamping teori belajar tyang dipelajari sebelumnya. Ilmu yang saya peroleh akan dipaparkan di bawah ini.
            Teori Kontruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam stuktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Pada dasarnya pendekatan teori konstruktivisme dalam belajar adalah suatu pendekatan di mana siswa harus secara individual menemukan dan menstransformasikan informasi yang kompleks, memeriksa informasi dengan aturan yang ada dan merevisinya bila perlu.
Dalam teori belajar konstruktivime ada tujuan untuk peserta didik, yaitu ddanya motivasi untuk siswa, bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri; mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari pertanyaannya sendiri; Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman secara lengkap; dan mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
Prinsip-prinsip teori konstruktivisme adalah pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, Murid aktif mengkontruksi secara terus- menerus, Mencari dan menilai pendapat siswa, Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa. Selain prinsip juga terdapat cirr-ciri teori belajar kontruktivismi yaitu, Memberi peluang kepada siswa dalam memeproleh pengetahuan, Menggalakkan persoalan/ide sebagai pembelajaran, Meyokong pembelajaran secara kooperatif, Menggalakkan proses inkuiri murid melalui kajian dan experiment, dan Lebih mementingkan prosesnya dari pada hasilnya.



Minggu, 19 Februari 2017

Teori Belajar Konstruktivistik dan Penerapannya dalam Pembelajaran

Teori Belajar Konstruktivistik dan Penerapannya dalam Pembelajaran

Banyak teori yang membahas tentang belajar maupun model pembelajaran. Sebelumnya sudah dibahas mengenai teori belajar behavioristik dan kogitif, sekarang akan dibahas mengenai teori belajar konstruktivistik. Sama dengan teori belajar sebelumnya, di bahasan teori belajar konstruktivistik juga akan dibahas mengenai penerapannya dalam pembelajaran.
Kontruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam stuktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Pengetahuan itu terbentuk bukan dari objek semata, akan tetapi juga dari kemampuan individu sebagai subjek yang menangkap setiap objek yang di amatinya. Pada dasarnya pendekatan teori konstruktivisme dalam belajar adalah suatu pendekatan di mana siswa harus secara individual menemukan dan menstransformasikan informasi yang kompleks, memeriksa informasi dengan aturan yang ada dan merevisinya bila perlu. Teori konstruktivisme didefinisikan sebagai  pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan aliran behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus respon, konstruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya. Jadi seorang guru harus banyak menciptakan kesempatan  bagi siswa untuk belajar dengan teman sebaya dan guru dalam mengkonstruksi pengetahuan bersama ( Ratna, 2006).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran konstruktivistik menurut Budiningsih (2012), yaitu:
1.    Mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata dalam konteks yang relevan.
2.    Mengutamakan proses.
3.    Menanamkan pembelajaran dalam konteks pengalaman sosial.
4.    Menanamkan pembalajaran dalam upaya mengkonstruksi mengalaman.
Ciri-ciri teori balajar konstruktivistik menurut Budiningsih (2012)sebagai berikut.
1.        Memberi peluang kepada siswa untuk membina pengetahuan baru.
2.        Menggalakkan ide yang timbul dari siswa untuk digunakan sebagai panduan merancang pengajaran.
3.        Menerima daya usaha siswa.
4.        Dapat mangaji bagaimana siswa belajar menemukan ide.
5.        Membina siswa untuk dapat berdialog dengan sesama siswa dan guru.
Prinsip-prinsip Teori Belajar Konstruktivistik menurut Budiningsih (2012)sebagai berikut.
1.        Pengetahuan dibangun dan dikembangkan oleh siswa.
2.        Pengetahuan tidak dapat dipindah dari guru ke siswa, kecuali hanya dengan keaktifan siswa sendiri untuk menalar.
3.        Siswa aktif mengkonstruksi secara terus-menerus
4.        Guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi berjalan lancar.
5.        Mencari dan menilai pendapat siswa.
Tujuan Teori Belajar Konstruktivistik menurut Budiningsih (2012)sebagai berikut.
1.        Adanya motivasi untuk siswa, bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
2.        Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari pertanyaannya sendiri.
3.        Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman secara lengkap.
4.        Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
Tokoh dalam Teori Belajar Konstruktivistik menurut Siregar (2010) adalah Jean Piaget, Vigotsky, Jhon Dewey dan Von Graselfeld, dimana teorinya akan dipaparkan di bawah ini.
A.      Jean Piaget
Dikenal dengan nama konstruktivistik kognitif (personal constructivism). Teori ini memiliki fokus perhatian pada bangkitnya dan dimilikinya skema bagaimana seseorang mengenal dunia dalam saat "tingkatan-tingkatan perkembangan", ketika anak-anak menerima cara baru bagaimana secara mental merepresentasikan informasi. Pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan.
Ada empat konsep dasar yang diperkenalkan oleh Piaget, yaitu:
1.        Schemata adalah suatu struktur kognitif yang slalu berkembang dan berubah, karena proses asimiliasi dan proses akomodasi aktif serta dinamis.
2.        Asimilasi adalah proses penyesuian informasi yang akan diterima sehingga menjadi sesuatu yang dikenal oleh siswa
3.        Akomodasi adalah penempatan informasi yang sudah di ubah dalam schemata yang sudah ada
4.        Equilibrium adalah sebuah proses adaptasi oleh individu terhadap lingkungan individu, agar berusaha untuk mencapai struktural mental atau schemata yang stabil atau seimbang antara asimilasi dan akomodasi.
B.       Vigotsky
Teori Konstruktivisme vigotsky berasumsi bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun fisik. Penemuan atau discovery dalam belajar lebih mudah diperoleh dalam konteks sosial budaya seseorang. Siswa mempunyai dua tingkat perkembangan,perkembangan aktual dan potensial. Tingkat perkembangan aktual yang tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas atau memecahkan berbagai masalah secara mandiri. Sedangkan Tingkat perkembangan potensial tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas dan memecahkan masalah ketika dibawah bimbingan orang dewasa atau ketika berkolaborasi dengan teman sebaya yang lebih kompeten.
C.      Jhon Dewey dan Von Graselfeld
Bahwa pandangan penganut konstruktivisme mengenai belajar meliputi serangkaian teori yang membagi perespektif umum bahwa pengetahuan dikonstruksi oleh pembelajar bukan ditransfer ke pembelajar.
Proses teori Belajar Konstruktivistik
1.    Peranan Siswa (si Belajar)
Menurut pandangan konstruktivistik, belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh seorang yang belajar. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Guru memang harus mengambil prakarsa untuk menata lingkungan yang memberi peluang optimal bagi terjadinya belajar. Namun yang akhirnya paling menentukan terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar siswa sendiri. Dengan istilah lain, dapat dikatakan bahwa hakekatnya kendali belajar sepenuhnya ada pada siswa.
2.    Peranan Guru
Dengan belajar konstruktivistik guru atau pendidik berperan membantu agar proses pengkonstruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancar. Guru hanya membentuk pengetahuannya sendiri. Guru dituntun lebih memahami jalan pikiran atau cara pandang siswa dalam belajar. Guru tidak dapat mengklaim bahwa satu-satunya cara yang tepat adalah yang sama dan sesuai dengan kemauannya.
Peranan kunci guru dalam pendidikan adalah pengendalian yang meliputi:
a.         Menumbuhkan kemandirian dengan menyediakan kesempatan untuk mengambil keputusan dan bertindak.
b.        Menumbuhkan kemampuan mengambil keputusan dan bertindak dengan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan siswa.
c.         Menyediakan sistem dukungan yang memberi kemudahan belajar agar siswa mempunyai peluang optimal untuk berlatih.
Evaluasi belajar Pandangan konstruktivistik mengemukakan bahwa lingkungan belajar sangat mendukung munculnya berbagai pandangan dan interpretasi terhadap realitas, konstruksi pengetahuan, serta aktivitas-aktivitas lain yang didasarkan pada pengalaman. Hal ini memunculkan pemikiran terhadap usaha mengevaluasi belajar konstruktivistik. Ada perbedaan penerapan evaluasi belajar antara pandangan behavioristik (tradisional) yang obyektifis konstruktivistik. Pembelajaran yang diprogramkan dan didesain banyak mengacu pada obyektifis, sedangkan Piagetian dan tugas-tugas belajar discovery lebih mengarah pada konstruktivistik. Obyektifis mengakui adanya reliabilitas pengetahuan, bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, dan tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi. Guru bertugas untuk menyampaikan pengetahuan tersebut. Realitas dunia dan strukturnya dapat dianalisis dan diuraikan, dan pemahaman seseorang akan dihasilkan oleh proses-proses eksternal dari struktur dunia nyata tersebut, sehingga belajar merupakan asimilasi objek-objek nyata. Tujuan para perancang dan guru-guru tradisional adalah menginterpretasikan kejadian-kejadian nyata yang akan diberikan kepada para siswanya (Siregar, 2010).
Evaluasinya belajar pandangan behavioristik tradisional lebih diarahkan pada tujuan belajar. Sedangkan pandangan konstruktivistik menggunakan goal-free evaluation, yaitu suatu konstruksi untuk mengatasi kelemahan evaluasi pada tujuan spesifik. Evaluasi akan lebih obyektif jika evaluator tidak diberi informasi tentang tujuan selanjutnya. Jika tujuan belajar diketahui sebelum proses belajar dimulai, proses belajar dan evaluasinya akan berat sebelah. Pemberian kriteria pada evaluasi mengakibatkan pengaturan pada pembelajaran. Tujuan belajar mengarahkan pembelajaran yang juga akan mengontrol aktifitas belajar siswa Budiningsih (2012).
       Model Pembelajaran Konstruktivisme menurut (Rusman, 2012).
Fase Eksplorasi
ü Diperlihatkan tanah berisi cacing dan diajukan pertanyaan: “Apa yang kau    ketahui tentang cacing tanah?”.
ü Semua jawaban siswa ditampung (ditulis dipapan tulis jika perlu).
ü Siswa diberi kesempatan untuk memeriksa keadaan yang sesungguhnya, dan diberi kesempatan untuk merumuskan hal-hal yang tidak sesuai dengan jawaban mereka semula.
Fase Klarifikasi
·      Guru memperkealkan macam-macam cacing dan spesifikasinya.
·      Siswa merumuskan kembali pengetahuan mereka tentang cacing tanah.
·      Guru memberikan masalah berupa pemilihan cacing yang cocok untuk dikembangbiakkan.
·      Siswa mendiskusikannya secara berkelompok dan merencanakan penyelidikan.
·       Secara berkelompok siswa melakukan penyelidikan untuk menguji rencananya.
·      Siswa mencari tambahan rujukan tentang manfaat cacing tanah dulu dan sekarang.
Fase Aplikasi
ü Secara berkelompok siswa melaporkan hasilnya, dilanjutkan dengan penyajian oleh wakil kelompok dalam diskusi kelas.
ü Secara bersama-sama siswa merumuskan rekomendasi untuk para pemula yang ingin ber-“ternak cacing” tanah.
ü Secara perorangan siswa membuat tulisan tentang perkehidupan jenis cacing tanah tertentu sesuai hasil pengamatannya

Peranan (Implementasi) Teori Konstruktivisme di Kelas menurut (Rusman, 2012)
1. Mendorong kemandirian dan inisiatif siswa dalam belajar
Dengan menghargai gagasan-gagasan atau pemikiran siswa serta mendorong siswa berpikir mandiri, berarti guru membantu siswa menemukan identitas intelektual mereka. Para siswa yang merumuskan pertanyaan-pertanyaan dan kemudian menganalisis serta menjawabnya berarti telah mengembangkan tanggung jawab terhadap proses belajar mereka sendiri serta menjadi pemecah masalah (problem solver).
2. Guru mengajukan pertanyaan terbuka dan memberikan kesempatan beberapa waktu kepada siswa untuk merespon
Berfikir reflektif memerlukan waktu yang cukup dan seringkali atas dasar gagasan-gagasan dan komentar orang lain. Cara-cara guru mengajukan pertanyaan dan cara siswa merespon atau menjawabnya akan mendorong siswa mampu membangun keberhasilan dalam melakukan penyelidikan.
3. Mendorong siswa berpikir tingkat tinggi
Guru yang menerapkan proses pembelajaran konstruktivisme akan menantang para siswa untuk mampu menjangkau hal-hal yang berada di balik respon-respon faktual yang sederhana. Guru mendorong siswa untuk menghubungkan dan merangkum konsep-konsep melalui analisis, prediksi, justifikasi, dan mempertahankan gagasan-gagasan atau pemikirannya.
4. Siswa terlibat secara aktif dalam dialog atau diskusi dengan guru dan siswa lainnya
Dialog dan diskusi yang merupakan interaksi sosial dalam kelas yang bersifat intensif sangat membantu siswa untuk mampu mengubah atau menguatkan gagasan-gagasannya. Jika mereka memiliki kesempatan untuk megemukakan apa yang mereka pikirkan dan mendengarkan gagasan-gagasan orang lain, maka mereka akan mampu membangun pengetahuannya sendiri yang didasarkan atas pemahaman mereka sendiri. Jika mereka merasa aman dan nyaman untuk mengemukakan gagasannya maka dialog yang sangat bermakna akan terjadi di kelas.
5. Siswa terlibat dalam pengalaman yang menantang dan mendorong terjadinya diskusi
Jika diberi kesempatan untuk membuat berbagai macam prediksi, seringkali siswa menghasilkan berbagai hipotesis tentang fenomena alam ini. Guru yang menerapkan konstruktivisme dalam belajar memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk menguji hipotesis yang mereka buat, terutama melalui diskusi kelompok dan pengalaman nyata.
6. Guru memberika data mentah, sumber-sumber utama, dan materi-materi interaktif
Proses pembelajaran yang menerapkan pendekatan konstruktivisme melibatkan para siswa dalam mengamati dan menganalisis fenomena alam dalam dunia nyata. Kemudian guru membantu para siswa untuk menghasilkan abstraksi atau pemikiran-pemikiran tentang fenomena-fenomena alam tersebut secara bersama-sama.

DAFTAR RUJUKAN
Budiningsih, Asri. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Ratnawilis, dahar. 2006. teori-teori belajar dan pembelajaran. Bandung: Erlangga
Rusman, 2012. Model-Model Pada Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru Edisi 2.           Jakarta: Rajawali Press
Siregar, E., & Nara, H. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Ghalia Indonesia.